TUGAS KARYA ILMIAH VIKTIMOLOGI
Tentang
PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK DAN PEREMPUAN SEBAGAI KORBAN DARI TINDAK
PIDANA PERDAGANGAN ORANG
Oleh:
RAHMI
ARRAHMAN
0910113292
FAKULTAS
HUKUM REGULER MANDIRI
UNIVERSITAS
ANDALAS
2011
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya ucapkan atas kehadirat
Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia Nya
saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Shalawat serta salam teruntuk Nabi
Besar Muhammad SAW, yang telah memberikan serta menyampaikan kepada kita semua
ajaran Rukun Iman dan Rukun Islam yang telah terbukti kebenarannya, serta
semakin terus terbukti kebenarannya.
Adapun Makalah ini berjudul “Perlindungan
Terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang”.
Saya menyadari dalam penulisan
makalah saya ini, dengan menggunakan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas,
karena makalah ini tidak luput dari kekurangan, untuk itu saya mengharapkan
adanya bimbingan dan saran pembaca, dan saya mengharapkan juga agar makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.
Padang, April 2011
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
B. Perumusan
Masalah
C.
Tujuan Penelitian
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian dari anak, korban, perlindungan hukum, dan
perdagangan manusia
B. Perlindungan
Hukum Terhadap perempuan dan anak
Korban kejahatan
perdagangan manusia
C. Upaya dalam
menanggulangi kejahatan perdagangan orang
D.
Kendala-kendala dalam menanggulangi kejahatan
perdagangan orang
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari
perbudakan manusia. Perdagangan orang juga merupakan salah satu bentuk
perlakuan terburuk dari pelanggaran harkat dan martabat manusia.
Di zaman globalisasi sekarang ini, telah
banyak terjadi berbagai macam kejahatan yang mengancam kehidupan manusia, tidak
terkecuali dengan kejahatan mengenai perdagangan orang. Perdagangan orang telah
menyebar ke semua Negara yang ada di dunia ini, termasuk juga di Indonesia.
Berdasarkan bukti empiris, perempuan
dan anak adalah kelompok yang paling banyak menjadi korban tindak pidana
perdagangan orang. Korban diperdagangkan tidak hanya untuk tujuan pelacuran atau bentuk
eksploitasi seksual lainnya, tetapi juga mencakup bentuk ekploitasi lain,
misalnya kerja paksa atau pelayanan paksa, perbudakan, atau praktik serupa
perbudakan itu. Pelaku tindak pidana perdagangan orang melakukan perekrutan ,
pengangkutan, pemindahan, penyembunyian, atau penerimaan orang untuk tujuan
menjebak, menjerumuskan, atau memanfaatkan orang tersebut dalam praktik
ekploitasi dengan segala bentuknya dengan ancaman kekerasan, penggunaan
kekerasan, penculikan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan, atau
memberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang
memegang kendali atas korban.
Adanya kekhawatiran
munculnya berbagai bentuk manipulasi dan exploitasi manusia, khususnya terhadap
perempuan dan anak-anak sebagai akibat maraknya kejahatan perdagangan manusia memang bukan
tanpa alasan. Banyak contoh yang dapat diberikan perempuan
dan anak-anak, yang seharusnya memperoleh perlakuan yang layak justru sebaliknya dieksploitasi untuk
tujuan-tujuan tertentu. Padahal,
perempuan
dan anak adalah ciptaan
Tuhan Yang Maha Kuasa perlu dilindungi harga diri dan martabat nya serta
dijamin hak hidupnya untuk tumbuh dan
berkembang sesuai fitrah dan kodratnya. Oleh karena itu, segala bentuk perlakuan yang
mengganggu dan merusak hak-hak dasarnya dalam berbagai bentuk pemanfaatan dan eksploitasi
yang tidak berperikemanusiaan harus segera dihentikan tanpa terkecuali.
Terlebih pada kasus
perdagangan manusia, posisi perempuan dan anakanak benar-benar tidak berdaya dan
lemah, baik secara fisik maupun mental, bahkan terkesan
pasrah pada saat diperlakukaan tidak semestinya.
Dalam kerangka perlindungan hak asasi manusia, pada hakikatnya perlindungan terhadap perempuan dan anak merupakan salah
satu perwujudan hak untuk hidup, hak
untuk
bebas dari perhambaan atau perbudakan.
Hak asasi ini bersifat universal, artinya berlaku untuk setiap orang
tanpa membeda-bedakan asal usul, jenis kelamin, agama, serta usia
sehingga, setiap negara berkewajiban untuk
menegakkannya
tanpa terkecuali.
Undang-undang
dasar 1945 Amandemen ke-4 sebagai landasan konstitusional secara tegas telah mengatur tentang pentingnya
perlindungan terhadap hak asasi manusia, termasuk
didalamnya hak-hak perempuan dan anak-anak, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 28 B ayat (2), yang menyebutkan: “Setiap anak
berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang
serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.[1]
Upaya
perlindungan hukum terhadap perempuan dan anak, salah satunya melalui pencegahan dan pemberantasan
perdagangan manusia, perlu secara terus menerus dilakukan
demi tetap terpeliharanya sumber daya manusia yang berkualitas.
Kualitas perlindungan terhadap perempuan dan
anak hendaknya memiliki derajat/tingkat yang sama dengan
perlindungan terhadap orang-orang dewasa maupun pria, karena setiap orang memiliki kedudukan yang sama di
depan hukum (equality before the law).
Tindak pidana perdagangan orang,
khususnya perempuan dan anak, telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan baik
terorganisasi maupun tidak terorganisasi. Tindak pidana perdagangan orang
bahkan melibatkan tidak hanya perorangan tetapi juga korporasi dan
penyelenggara Negara yang menyalahgunakan wewenang dan kekuasaannya. Jaringan
pelaku tindak pidana perdagangan orang memiliki jangkauan operasi tidak hanya
antar wilayah dalam negeri tetapi juga antarnegara.
B.
Perumusan
Masalah
1. Apa pengertian dari anak, korban,
perlindungan hukum, dan perdagangan manusia?
2. Bagaimana perlindungan hukum diberikan terhadap
perempuan dan anak sebagai korban kejahatan perdagangan manusia?
3. Bagaimana upaya dalam menanggulangi kejahatan
perdagangan manusia?
4. Apa sajakah kendala-kendala yang dihadapi dalam
menanggulangi kejahatan perdagangan orang?
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap perempuan
dan anak sebagai korban kejahatan perdagangan manusia.
2. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan dalam
menanggulangi kejahatan perdagangan manusia.
3. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam
menanggulangi kejahatan perdagangan manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
a. Pengertian Anak
Anak merupakan
masa depan suatu bangsa yang harus diperhatikan secara serius karena apabila
tidak akan berdampak buruk bagi kelancaran pelaksanaan pembangunan dan keberhasilan
pembangunan tersebut. Anak merupakan aset bangsa yang harus diperhatikan kesejahteraan
oleh pemerintah dan masyarakat. Berbagai kejahatan yang dialami oleh anak dapat
berakibat buruk terhadap masa depan anak tersebut dikemudian hari.
Kesejahteraan anak dalam suatu masyarakat yang
merata akan membawa akibat yang baik pada keamanan dan stabilitas suatu
masyarakat.[2]
Bentuk-bentuk tindak pidana
terhadap anak, menurut Undang-undang perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002
adalah:
J Diskriminasi terhadap anak yang mengakibatkan anak
mengalami kerugian baik materiil dan moril.
J Penelantaran terhadap anak yang mengakibatkan anak
mengalami sakit atau penderitaan, baik fisik, mental maupun seksual.
J Sengaja membiarkan anak dalam situasi darurat.
J Melakukan pengangkatan anak yang bertentangan dengan
ketentuan yang telah ada.
J Melakukan kekejaman, kekerasan, ancaman kekerasan,
atau penganiayaan terhadap anak.
J Sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan,
memaksa anak melakukan persetubuhan.
J Memperdagangkan, menjual, atau menculik anak untuk
diri sendiri atau untuk dijual.
J Secara melawan hukum melakukan transpalantasi organ
dan atau jaringan tubuh anak untuk pihak lain untuk menguntungkan dirinya
sendiri atau orang lain.
J Melakukan jual beli organ tubuh dan jaringan tubuh
anak.
J Dll
Dari berbagai macam tindak pidana
yang dilakukan terhadap anak, yang sekarang sedang marak terjadi adalah salah
satunya tentang perdagangan orang termasuk juga terhadap anak dan perempuan.
Dalam
Konvensi Hak Anak membagi 4 kategori hak anak, antara lain:[3]
·
Hak
untuk kelangsungan hidup, yang mana meliputi hak-hak untuk melestarikan dan
mempertahankan hidup, serta hak-hak untuk memperoleh standar kesehatan
tertinggi dan perawatan yang sebaik-baiknya.
·
Hak
terhadap perlindungan, yang meliputi hak perlindungan dari diskriminasi, hak
perlindungan dari tindak kekerasan dan perdagangan, serta hak perlindungan dari
ketelantaran bagi anak yang tidak mempunyai keluarga bagi anak-anak pengungsi.
·
Hak
untuk tumbuh dan berkembang, yang meliputi hak dalam segala bentuk pendidikan,
hak untuk mencapai standar hidup yang layak bagi perkembangan fisik, mental,
spiritual, moral dan social anak.
·
Hak
untuk berpartisipasi, yang meliputi hak untuk menyatakan pendapat dalam segala
hal yang mempengaruhi anak.
b. Pengertian korban
Secara umum
yang dimaksud dengan korban adalah mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah
sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri
sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang
menderita.[4]
Menurut
Muladi, sebagaiman dikutip oleh Suryono Ekatam, et al, yang dimaksud dengan korban adalah seseorang yang telah
menderita kerugian sebagai akibat suatu kejahatan dan atau yang rasa
keadilannya secara langsung telah terganggu sebagai akibat pengalamannya
sebagai target atau sasaran kejahatan.[5]
Secara
sederhana definisi di atas dapat diterjemahkan, korban kejahatan adalah
orang-orang yang baik secara individual maupun kolektif, menderita kerugian
akibat perbuatan atau tidak berbuat yang
melanggar hukum pidana yang berlaku di suatu Negara, termasuk peraturan yang
melarang penyalahgunaan kekuasaan.
Batasan tentang korban kejahatan dapat diuraikan
sebagai berikut:
a) Ditinjau dari sifatnya, ada yang individual dan
kolektif.
Korban individual karena dapat diindentifikasi
sehingga perlindungan korban dilakukan secara nyata, akan tetapi korban
kolektif lebih sulit diidentifikasi. Walau demikian Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, memberikan jalan keluar berupa
menuntut ganti kerugian melalui class
action. [6]
b) Ditinjau dari jenisnya. Menurut Sellin dan Wolfgang,
jenis korban dapat berupa :
1. Primary victimization adalah korban individual. Jadi
korbannya orang perorangan, bukan kelompok.
2. Secondary victimization dimana yang menjadi korban
adalah kelompok seperti badan hukum.
3. Tertiary victimization, yang menjadi korban adalah
masyarakat luas.
4. Mutual victimization, yang menjadi korban adalah si pelaku sendiri,
contohnya pelacuran, perzinahan, dan narkotika.
5. No victimization, bukan berarti tidak ada korban,
melainkan korban tidak segera dapat diketahui, misalnya konsumen yang tertipu
dalam menggunakan suatu hasil produksi.
c) Ditinjau dari kerugiannya, maka dapat diderita oleh
seseorang, kelompok masyarakat maupun masyarakat luas. Selain itu kerugian
korban dapat bersifat materiil yang dapat dinilai dengan uang dan immaterial
yakni perasaan takut, sedih, kejutan psikis,dsb.[7]
Dalam viktimologi, dikenal pula dengan apa yang
dinamakan korban ganda, yaitu korban yang mengalami berbagai macam penderitaan
seperti pendertitaan mental, fisik, dan social, yang terjadi pada saat korban
mengalami kejahatan setelah dan pada saat kasusunya diperiksa dan setelah
selesainya pengadilan.
c. Pengertian Perlindungan hukum
Perlindungan
hukum dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 disebutkan sebagai segala upaya pemenuhan
hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau
korban yang wajib dilaksanakan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau
lembaga lainnya.
Perlindungan
hukum korban kejahatan sebagai bagian dari perlindungan masyarakat, dapat
diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti melalui pemberian restitusi dan
kompensasi, pelayanan medis, dan bantuan hukum. [8]
Ganti rugi adalah sesuatu yang diberikan kepada pihak
yang menderita kerugian sepadan dengan memperhitungkan kerusakan yang
dideritanya. Perbedaan antara kompensasi dan restitusi adalah kompensasi timbul
dari permintaan korban, dan dibayar oleh masyarakat atau merupakan bentuk
pertanggungjawaban masyarakat atau Negara, sedangkan restitusi lebih bersifat
pidana, yang timbul dari putusan pengadilan pidana dan dibayar oleh terpidana
atau merupakan wujud pertanggungjawaban terpidana.
Perlindungan
korban dapat mencakup bentuk perlindungan yang bersifat abstrak (tidak
langsung) maupun yang konkret (langsung). Perlindungan yang abstrak pada
dasarnya merupakan bentuk perlindungan yang hanya bisa dinikmati atau dirasakan
secara emosional (psikis), seperti rasa puas. Sedangkan perlindungan konkret
pada dasarnya merupakan bentuk perlindungan yang dapat dinikmati secara nyata,
seperti pemberian yang berupa atau
bersifat materi maupun non-materi. Pemberian yang bersifat materi dapat berupa
pemberian kompensasi atau restitusi, pembebasan biaya hidup atau pendidikan.
Pemberian perlindungan yang bersifat non-materi dapat berupa pembebasan dari
ancaman dari pemberitaan yang merendahkan martabat kemanusiaan.
Pengertian
perlindungan hukum menurut Barda Nawawi Arief, yakni perlindungan hukum untuk
tidak menjadi korban tindak pidana. ( berarti perlindungan HAM atau kepentingan
hukum seseorang. Dapat juga diartikan sebagai perlindungan untuk memperoleh
jaminan/santunan hukum atas penderitaan/kerugian orang yang telah menjadi
korban tindak pidana. Bentuk santunan itu dapat berupa pemulihan nama baik,
pemulihan keseimbangan batin, pemberian ganti rugi, kompensasi,
jaminan/santunan kesejahteraan social, dan sebagainya.[9]
d. Pengertian perdagangan Manusia
Pada masa
lalu, masyarakat biasanya berfikir bahawa perdagangan manusia adalah
memindahkan perempuan melewati perbatasan, diluar keinginan mereka dan memaksa
mereka memasuki dunia prostitusi. Seiring berjalannya waktu masyarakat lebih
memahami mengenai isu perdagangan manusia yang kompleks dan sekarang melihat
bahwa pada kenyataannya perdagangan manusia melibatkan berbagai macam situasi.
Perluasan
definisi perdagangan orang sebagaimana dikutip dari Wijers dan lap-Chew yaitu
perdagangan sebagi perpindahan manusia (khususnya perempuan dan anak), dengan
atau tanpa persetujuan orang bersangkutan, di dalam suatu Negara tau ke luar
negeri, untuk semua bentuk perburuhan yang eksploitatif, tidak hanya prostitusi
dan perbudakan yang berkedok pernikahan.
Definisi
yang luas ini menunjukan bahwa lebih banyak orang Indonesia yang telah mengalami
kekerasan yang berkaitan dengan perdagangan manusia daripada yang diperkirakan
sebelumnya. Hal ini membawa kepada suatu konsepsi baru mengenai perdagangan.
Pengertian
perdagangan orang menurut Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 ialah tindakan perekrutan,pengangkutan,
penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman
kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan,
penyalahgunaan kekuasaan, atau pososi rentan, penjeratan, uatang atau memberi bayaran
atau manfaat sehinggan memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali
atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan didalam Negara maupun anatar
Negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.[10]
Ada beberapa karakteristik pokok pola perdagangan
manusia yang terjadi sekarang, yaitu sebagai berikut :
1. Perdagangan manusia terjadi untuk berbagai tujuan
akhir termasuk layanan rumah tangga, kawin paksa, dan tenaga kerja yang diperas
tenaganya dengan bayaran rendah. Pekerjaan seksual paksa merupakan hasil akhir
yang paling jelas dari perdagangan manusia, tetapi sulit dibuktikan bahwa hali
ini merupakan yang paling lazim.
2. Perdagangan manusia terjadi di dalam maupun
antarnegara.
3. Pelaku perdagangan manusia memakai berbagai cara
rekrutmen. Penculikan secara langsung merupakan cara yang jarang dilaporkan dan
seringkali diperiksa secara objektif. Perdagangan manusia pada anak-anak pada
umumnya meliputi tindakan pembayaran yang dilakukan kepada orang tua atau wali
untuk bekerjasama dan sering hal ini disertai dengan tindka penipuan berkaitan
dengan pekerjaan atau posisi di amsa yang akan dating.
4. Menurut definisi, orang yang mengalami perdagangan
manusia akhirnya masuk dalam suatu keadaan yang tidak dapat dilepaskannya.
Pelaku perdagangan manusia dan kaki tanganya menggunakan beragam cara untuk
mencegah korban melarikan diri, termasuk pemakaian ancaman dan kekerasan,
intimidasi, penyekapan, dan penahanan sejumlah dokumen pribadi.
5. Perdagangan manusia bertahan dan semakin kuat melalui
korupsi sector public, terutama para peugas polisi dan petugas imigrasi yang
menjadi pemegang peran utama dalam memfasilitasi masuk ke Negara lain secara
illegal dan memberikan perlindungan bagi operasi perdagangan manusia.
6. Kebanyakan, tetapi tidak semua orang yang mengalami
perdagangan manusia masuk dan/atau tinggal di Negara tujuan secara tidak sah.
Masuk ke Negara lain secara illegal menambah ketergantungan korban perdagangan
manusia terhadap pelaku perdagangan manusia dan menjadi suatu penghambat yang efektif
untuk mencari bantuan dari luar.
B. Perlindungan
Hukum Terhadap Anak dan perempuan sebagai Korban Perdagangan Orang
Indonesia telah memiliki
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang ditandatangani pada
bulan April 2007. Walaupun telah memiliki Undang-undang tentang perdagangan
manusia, namun sampai sekarang belum ada peraturan pelaksanaan Undang-undang
tersebut sebagai pendukung seperti Peraturan Pemerintah.
Perlindungan hukum terhadap korban
perdagangan manusia adalah melindungi hak setiap orang yang menjadi korban
kejahatan perdagangan manusia untuk mendapatkan perlakuan dan perlindungan yang
sama oleh hukum dan undang-undang, oleh karena itu untuk setiap pelanggaran
hukum yang telah terjadi atas korban serta dampak yang diderita oleh korban,
maka korban tersebut berhak untuk mendapatkan bantuan dan perlindungan yang
diperlukan sesuai dengan asas hukum.
Maksud dari perlindungan terhadap
korban adalah berkaitan dengan hak-hak asasi korban seperti hak mendapatkan
bantuan fisik, hak mendapatkan bantuan penyelesaian permasalahan, hak
mendapatkan kembalinya haknya, hak mendapatkan pembinaan dan rehabilitasi, hak
memperoleh perlindungan dari ancaman dan hak memperoleh ganti kerugian
(restitusi/kompensasi) dari pelaku maupun Negara.
Di dalam KUHAP hanya memberikan
perlindungan hukum kepada korban dalam bentuk ganti kerugian melalui
penggabungan perkara, dan tidak mengatur mengenai bentuk perlindungan lainnya.
Tidak diaturnya secara khusus perlindungan hukum untuk korban kejahatan
khususnya korban perdagangan manusia telah menimbulkan ketidakadilan karena
seringkali jaksa penuntut umum yang mewakili korban hanya menjatuhkan tuntutan
atau hakimnya memberikan hukuman yang relatif ringan terhadap pelakunya.
Perlindungan korban perdagangan
manusia dapat mencakup bentuk perlindungan yang bersifat abstrak (tidak
langsung) maupun yang konkret (langsuk). Perlindungan yang abstrak pada
dasarnya merupakan bentuk perlindungan yang hanya bisa dinikmati atau dirasakan
secara emosional (psikis), seperti rasa puas (kepuasan). Sementara itu
perlindungan yang konkret pada dasarnya merupakan bentuk perlindungan yang
dapat dinikmati secara nyata, seperti pemberian yang berupa pemberian
kompensasi atau restitusi, pembebasan biaya hidup atau pendidikan. Pemberian
perlindungan yang bersifat non-materi dapat berupa pembebasan dari ancaman,
dari pemberitaan yang merendahkan martabat manusia.
Bentuk lain dari perlindungan korban perdagangan
manusia
1. Pusat pelayanan terpadu
Di
dalam negeri, perlindungan dalam bentuk perawatan medis, psikologis dan
konseling termasuk penampungan dan pemulangan ke daerah asal korban, menjadi
tanggung jawab sektor-sektor sesuai dengan tugas dan fungsinya.
2. Rumah perlindungan sosial anak
Rumah
perlindungan sosial anak memberikan layanan perlindungan, pemulihan kesehatan
fisik dan psikologis, pengembangan relasi sosial dan mewujudkan situasi
kehidupan dan lingkungan yang mendukung keberfungsian sosial dan mencegah
terulangya tindak kekerasan dan pelakuan salah terhadap anak.
3. Pelayanan perempuan dan anak
4. Pemulangan korban perdagangan manusia
5. Women’s critis center, trauma center, shelter atau
drop in center
6. Bantuan hukum
Kepada
korban perdagangan orang juga diberikan layanan bantuan hukum dan pendampingan
hukum berkaitan dengan masalahnya dan kedudukan yang seringkali diminta menjadi
saksi bagi pelaku perdagangan manusia yang telah berbuat jahat kepadanya.
Disamping bantuan hukum yang diberikan oleh pemerintah, masyarakat juga
diharapkan dapat juga ikut berpartisipasi dalam memberikan bantuan hukum kepada
korban seperti lembaga berbadan hukum yang mana disamping aktif memberikan
bantuan hukum kepada korban juga memberikan sosialisasi dan advokasi kepada
para penegak hukum agar menuntut dan menjatuhkan hukuman yang berat kepada
pelaku perdagangan manusia.
C. Upaya
dalam menanggulangi kejahatan perdagangan orang
Upaya perlindungan terhadap korban
kejahatan perdagangan manusia, salah satunya adalah melalui pencegahan dan
pemberantasan kejahatan perdagangan manusia. Barda Nawawi Arief menyatakan
bahwa perlindungan korban dapat juga dilihat sebagai perlindungan hukum untuk
tidak menjadi korban kejahatan. Upaya Polri berupa pencegahan kejahatan
perdagangan manusia, dapat memberikan perlindungan kepada masyarakat untuk tidak
menjadi korban perdagangan manusia.
Upaya dalam penanggulangan dan pemberantasan kejahatan
perdagangan manusia. Dapat berupa sebagai berikut :
a) Pre-emtif
Dengan
tujuan untuk menimbulkan daya tangkal sejak dini sehingga tidak terpengaruh
oleh bujuk rayu dari para calo, penyalur gtenaga kerja wanita dan anak secara
illegal dengan melakukan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat melalui jalur
resmi maupun tidak resmi.
b) Preventif
Melakukan
pengawasan secar ketat di tempat lain yang diperkirakan dapat melancarkan lalu
lintas perdagangan wanita dan anak seperti pelabuhan laut, pelabuhan udara,
pintu gerbang perbatasan dengan Negara lain dan patrol perairan untuk mengawasi
kapal/perahu yang diduga membawa tenaga kerja dengan tujuan untuk mencegah lalu
lintas manusia yang diperdagangkan secara illegal.
c) Represif
Melakukan
kegiatan razia di tempat penampungan wanita dan anak, tempat pelacuran, tempat
hiburan, pelabuhan peti kemas, pemeriksaan kapal atau perahu di daerah perairan
atau pelabuhan udara dengan tujuan untuk menanggulangi setiap kejahatan
perdagangan wanita dan anak serta menangkap para pelaku dan mengungkap
jaringannya untuk diproses sesuai hukum yang berlaku.
d) Rehabilitasi
Memberikan
pelatihan, keterampilan, perawatan kesehatan, dan kesejahteraan melalui
penyediaan lapangan kerja dengan tujuan mengembalikan rasa percaya diri para
korban perdagangan wanita dan anak.
D. Kendala-kendala
dalam menanggulangi kejahatan perdagangan orang
Perdagangan manusia merupakan bagian
dari kejahatan internasional terorganisir yang dilakukan melewati batas Negara,
jaringan internasional serta dukungan dana yang relatif tidak terbatas.
Secara
umum yang menjadi kendala dalam upaya penanggulangan kejahatan perdagangan
perempuan dan anak antara lain :
1. Permintaan pasar terus meningkat,
terutama terhadap anak-anak oleh karena daya beli yang
meningkat, lemahnya moral, dan adanya asumsi bahwa anak-anak masih bersih dari penyakit, terutama HIV/AIDS.
Hal ini membuat sebagian orang tua tergiur pada bisnis
ini.
2. Meningkatnya pekerja
ke luar negeri (migrant workers) merupakan masalah yang sangat rentan dengan trafficking,
3. Berkembangnya
jaringan perdagangan manusia internasional yang makin kuat dan canggih.
4. Globalisasi dan
percepatan teknologi informasi, kemudahan mengakses di berbagai dunia bagi operasionalisasi
organisasi kriminal, khususnya perdagangan perempuan dan anak;
5. Kemajuan di bidang
transportasi memudahkan pemindahan korban dari satu tempat ke tempat lain, antar wilayah maupun
antar negara,
6. Belum optimalnya
kerjasama perjanjian bilateral dan internasional tentang perdagangan perempuan dan anak, menyulitkan
penanganan kasus-kasus lintas batas antar negara,
7. Tuntutan
internasional untuk mengatasi perdagangan manusia, penegakan Hak Asasi Manusia, dan kesetaraan gender.
8. Norma, nilai, dan
sistem kepercayaan yang menjadikan perempuan dan anak rentan terhadap perdagangan manusia.
9. Daya tarik turisme
sebagai salah satu strategi pertumbuhan ekonomi,namun juga membawa dampak negatif seperti sex
tourism dan narkoba.
10. Kebijakan-kebijakan
yang diskriminatif dan patriarki.
11. Konvensi-konvensi
internasional yang sudah diratifikasi namun belum diharmonisasi ke dalam hukum nasional.
12. Masih belum
memadainya (kualitas dan kuantitas) aparat penegak hukum yang memiliki keahlian khusus dalam
penyidikan kasus perdagangan anak dan wanita.
13. Khusus dari aspek
penyidikannya bersumber dari korban perdagangan sendiri dimana korban tidak ingin kasusnya
disidik, ingin cepat pulang ke kampung halamannya serta tidak mengenal agen yang merekrut,
memindahkan dan mengeksploitasi korban
sehingga
menyulitkan pelacakan, korban juga dengan sengaja memalsukan identitas baik nama maupun usianya agar
mempermudah proses administrasi pembuatan
paspor.Tanpa
disadari, korban telah dengan sengaja melakukan tindak pidana pemalsuan dokumen.
15. Masih adanya
pandangan masyarakat di beberapa daerah tertentu yang berpendapat bahwa perdagangan anak dan manusia
merupakan sebuah bisnis biasa.
16. Aparat birokrasi di
daerah masih belum memiliki kesadaran hukum yang tinggi, khususnya berkaitan dengan masalah
administasi kependudukan, sehingga banyak
muncul
pemalsuan-pemalsuan dokumen kependudukan.
17. Kurangnya
koordinasi antar instansi terkait sering menjadi kendala sehingga muncullah tumpang tindih kewenangan antar
instansi yang satu dengan yang lainnya.
18. Belum efektifnya
koordinasi dan kerjasama dengan negara tempat tujuan akhir aktivitas trafficking in person seperti,
Malaysia, Singapura, Saudi Arabia, dan negara Timur Tengah lainnya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.Selama ini, pengaturan
tentang perlindungan hukum terhadap Perempuan dan Anak
Korban Kejahatan Perdagangan Manusia tersebar dalam beberapa peraturan perundang-undangan baik yang
sifatnya umum maupun khusus, seperti: Kitab
Undang-Undang
Hukum Pidana, Undang-undang
No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang, Undang-Undang No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan
Korban. Perlindungan hukum yang diberikan
oleh KUHP baru secara abstrak dan belum diberikan secara langsung atau konkret. Perlindungan hukum
secara konkret diberikan oleh KUHP hanya
dalam
hal ganti kerugian, namun dengan syarat-syarat tertentu yaitu ganti kerugian itu hanya bisa didapatkan
oleh korban apabila hakim menjatuhkan
pidana
penjara paling lama 1 tahun atau pidana kurungan, dan ganti kerugian yang diberikan oleh pelaku tindak pidana
perdagangan orang, diberikan sebagai syarat
agar
pelaku tersebut tidak menjalani pidana penjaranya. Dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan
Saksi dan Korban, terdapat perlindungan
baik
secara langsung maupun tidak langsung. Perlindungan secara langsung diberikan termasuk hingga ke
pemberian kompensasi maupun restitusi kepada
korban
tindak pidana, namun belum ada mekanisme pemberian kompensasi maupun restitusi tersebut karena
aturan pelaksana (Peraturan Pemerintah) yang
seharusnya
mengatur masalah tersebut, belum ada. Undang-Undang No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Perdagangan Orang juga telah
memberikan
pengaturan mengenai pemberian perlindungan terhadap korban perdagangan manusia baik secara
langsung maupun tidak langsung termasuk
pemberian
restitusi berupa ganti kerugian atas kehilangan kekayaan atau penghasilan, penderitaan, biaya
untuk perawatan medis dan/atau psikologis,
dan/atau
kerugian lain kepada korban perdagangan manusia. Namun pemberian perlindungan secara langsung ini
juga tidak didukung dengan peraturan pelaksana seperti
Peraturan Pemerintah.
2.Upaya Polri dalam
Penanggulangan Kejahatan Perdagangan Manusia dilakukan dengan berbagai cara disesuaikan
dengan kompleksitas dari kejahatan itu sendiri yang
meliputi: upaya pre-emptif, preventif, represif serta rehabilitatif. Kendala yang dihadapi dalam
mengimplementasikan Perlindungan Hukum terhadap Korban
Kejahatan Perdagangan perempuan dan anak bersumber dari beberapa faktor, antara lain: adanya
peningkatan permintaan pekerja migran, semakin berkembangnya
jaringan trafiking internasional, masih adanya kebijakankebijakan yang bersifat diskriminatif, belum
memadainya kualitas dan kuantitas
aparat
penegak hukum, rendahnya kesadaran hukum dari masyarakat (korban, keluarga dan aparatur pemerintah).
B.
Saran
1.
Mengingat masih banyak ditemukan
perUndang-Undangan yang bersifat
Diskriminatif
terhadap perempuan dan anak dalam kerangka perlindungan hukumnya, maka disarankan agar
dilakukan revisi terhadap Undang-Undang
tersebut.
2.
Untuk memberikan dasar pijakan yuridis
yang kuat terhadap pemberantasan
tindak
pidana perdagangan anak dan wanita dan memudahkan dalam pelaksanaan perlindungan korban perdagangan
manusia, disarankan untuk segera
memberlakukan
RUU KUHP, karena pentingnya aturan hukum yang menyeluruh di Indonesia yang didalamnya juga
telah diatur masalah perdagangan manusia.
3.
Guna memberikan perlindungan hukum yang
memadai pada korban kejahatan perdagangan
perempuan dan anak diluar negeri, disarankan Indonesia menempatkan wakilnya di luar negeri
yang secara khusus bertugas dalam
memberikan
advokasi/bantuan hukum pada para korban.
DAFTAR PUSTAKA
Arief,
Barda Nawawi., Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, PT Citra Aditya Bakti,
1998.
__________________,
Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1996.
__________________,
Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, Jakarta:
Kencana, 2007.
Mansur,
Dikdik. M. Arief, Urgensi Perlidungan Korban Kejahatan Antara Norma dan Realita, Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2007
Gosita,
Arif, Masalah Korban Kejahatan, Jakarta: Akademika Pressindo, 1993.
Reksodiputro, Mardjono, Kriminologi dan Sistem
Peradilan Pidana, Jakarta: Universitas Indonesia, 1994
Muladi, Perlindungan Korban Melalui Proses
Pemidaaan, dalam Muladi dan Barda Nawawi Arief, Bunga
Rampai Hukum Pidana, Bandung: Citra Aditya, 1992.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak
[1] Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia
[2] Arief Gosita,op.cit.Hal 213
[3] Muhammad Joni, Aspek Hukum
Perlindungan anak dalam perspektif konvensi hak anak Indonesia, Hal 35
[4] Arief Gosita, Ibid, Hal 6
[5] Suryono Ekatama, et all. Abortus
provocatus bagi korban perkosaan.Hal 176
[6] Lilik Mulyadi.Kapita selekta hukum
pidana kriminologi dan viktimologi,Hal 120
[7] Mardjono Reksodiputro,kriminologi dan
sistem peradilan pidana,hal 78
[8] Dikdik.M.Arief Mansur, Urgensi
Perlindungan korban kejahatan antara norma dan Realita,Hal 31
[9] Prof.Dr.Barda Nawawi Arief,S.H,
Masalah penegakan hukum dan kebijakan hukum pidana dalam penanggulangan
kejahatan,Hal 61
[10] Undang-undang Nomor 21 tahun 2007
tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang