ASPEK-ASPEK
HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
A. ASPEK
KEPERDATAAN
Kaedah-kaedah
hukum perdata umumnya termuat dalam Kitab Undang-undang Hukum PERDATA (KUH
Perdata). Disamping itu tentu saja juga kaedah-kaedah hukum perdata adat yang
tidak tertulis tetapi ditunjuk oleh pengadilan-pengadilan dalam perkara-perkara
tertentu.
Kaedah-kaedah
hukum yang mengatur hubungan dan masalah hukumantara pelaku usaha penyedia
barang dan atau penyelenggara jasa dengan konsumennya masing-masing termuat
dalam :
1.
KUH
Perdata, terutama dalam buku kedua, ketiga dan keempat;
2.
KUHD,
buku kesatu dan buku kedua;
3.
Berbagai
peraturan perundang-undangan lain yang memuat kaedah-kaedah hukum bersifat
perdata tentang subjek-subjek hukum, hubungan hukum, dan masalah antara
penyedia barang atau penyelenggara jasa tertentu dan konsumen.
Beberapa hal yang dinilai
penting dalam hubungan konsumen dan penyedia barang dan atau penyelenggara jasa
antara lain sebagai berikut :
1.
Hal-hal
yang Berkaitan dengan Informasi
Bagi
konsumen, informasi tentang barang dan atau jasa merupakan kebutuhan pokok,
sebelum ia menggunakan sumber dananya (gaji, upah, honor atau apapun nama
lainnya) untuk mengadakan transaksi konsumen tentang barang atau jasa tersebut.
Dengan traksaksi konsumen dimaksudkan diadakannya hubungan hukum (jual beli,
beli sewa, sewa menyewa, pinjam meminjam, dsb) tentang produk konsumen dengan
pelaku usaha itu.
Informasi-informasi
tersebut meliputi tentang ketersediaan barang atau jasa yang dibutuhkan
masyarakat konsumen, tentang kualitas produk, keamanannya, harga, tentang
berbagai persyaratan dan atau cara memperolehnya, tentang jaminan atau garansi
produk, persediaan suku cadang, tersedianya pelayanan jasa purna jual, dan
lain-lain yang berkaitan dengan itu.
Informasi
dari kalangan pemerintah dapat diserap dari berbagai penjelasan, siaran,
keterangan, penyusun peraturan perundang-undangan secara umum atau dalam rangka
deregulasi, dan/atau tindakan pemerintah pada umumnya atau tentang sesuatu
produk konsumen. Dari sudut penyusunan peraturan perundang-undangan terlihat
informasi itu termuat sebagai suatu keharusan. Beberapa di antaranya,
ditetapkan harus dibuat, baik secara dicantumkan pada maupun dimuat di dalam
wadah atau pembungkusnya ( antara lain label dari produk makanan dalam kemasan
). Sedang untuk produk hasil industry lainnya, informasi tentang produk itu
terdapat dalam bentuk standar yang ditetapkan oleh pemerintah, standar
internasional, atau standar lain yang ditetapkan oleh pihak yang berwenang.
Informasi
dari konsumen atau organisasi konsumen tampak pada pembicaraan dari mulut ke
mulut tentang suatu produk konsumen, surat-surat pembaca pada media massa,
berbagai siaran kelompok tertentu, tanggapan atau protes organisasi konsumen menyangkut
sesuatu produk konsumen.
2.
Beberapa
Bentuk Informasi
Diantara
berbagai informasi tentang atau jasa konsumen yang diperlukan konsumen ,
tampaknya yang paling berpengaruh pada saat ini adalah informasi yang bersumber
dari kalangan pelaku usaha. Terutama dalam bentuk iklan atau label, tanpa
mengurangi pengaruh dari berbagai bentuk informasi pengusaha lainnya.
Iklan
adalah bentuk informasi yang umumnya bersifat sukarela, sekalipun pada
akhir-akhir ini termasuk juga yang diatur di dalam Undang-undang tentang
perlindungan konsumen.
a.
Tentang
Iklan
Menurut
ketentuan dari UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 9 ayat
(1) berbunyi :
Pelaku Usaha dilarang menawarkan, mempromosikan,
mengiklankan suatu barang dan/ atau jasa secara tidak benar dan/atau seolah-olah…
dan seterusnya.
Sayangnya
dalam undang-undang ini tidak dicantumkan apa yang dimaksud dengan iklan. Yang
terdapat dalam perundang-undangan ini hanyalah berbagai larangan dan suruhan
berkaitan dengan periklanan saja.
Dari hal-hal terurai diatas tentang
kedudukan periklanan dalam masyarakat usaha, setidak-tidaknya terdapat dua
batasan iklan, yang satu ditetapkan oleh Departemen Kesehatan yang lainnya oleh
sistem penyiaran nasional.
Kedua
batasan iklan tersebut berjalan bersama masing-masing untuk bidang
masing-masing. Sampai saat ini tidak terdapat gangguanapapun baik terhadap masyarakat
pembuat maupun pengguna produk konsumen yang diiklankan berdasarkan
masing-masing rumusan yang bersangkutan. Bagi konsumen informasi produk
konsumen sangat menentukan sehingga haruslah informasi itu memuat keterangan
yang benar, jelas, jujur, dan bertanggung jawab.
Mengenai
perilaku periklanan yang lengkap diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang No. 8
Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, adalah sebagai berikut:
1)
Pelaku
usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang:
a)
mengelabui
konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau tariff jasa serta
ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa;
b)
Mengelabui
jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa;
c)
Memuat
informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa;
d)
Tidak
memuat informasi mengenai resiko pemakaian barang dan/atau jasa;
e)
Mengeksploitasi
kejadian dan/atau seseorang tanpa seizing yang berwenang atau persetujuan yang
bersangkutan;
f)
Melanggar
etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.
2)
Pelaku
usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggar
ketentuan pada ayat (1).
Selanjutnya, berkaitan dengan tanggung jawab pelaku usaha
periklanan ini diatur dalam Pasal 20, sebagai berikut Pelaku usaha periklanan
bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan
oleh iklan tersebut.
b.
Tentang
label
Informasi
produk konsumen yang bersifat wajib ini, ditetapkan dalam berbagi peraturan
perundang-undangan. Pengaturan tentang informasi yang disebut dengan berbagai
istilah seperti penandaan, label, atau etiket. Ketentuan tersebut terdapat
dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
1.
UU
Barang, UU No.10 Tahun 1961, memberikan informasi tentang barang, Pasal 2 ayat
(4) UU ini menentukan :
Pemberian nama dan/atau
tanda-tanda yang menunjukkan asal, sifat, susunan bahan, bentuk banyaknya
dan/atau kegunaan barang-barang yang baik diharuskan maupun tidak diperbolehkan
dibubuhkan atau dilekatkan pada barang pembungkusnya, tempat barang-barang itu
diperdagangkan dan alat-alat reklame, pun cara pembubuhan atau melekatkan nama
dan/atau tanda-tanda itu.
2.
Baik
produk makanan, maupun obat diwajibkan mencantumkan label pada wadah atau
pembungkusnya. Permenkes No.79 Tahun 1978 tentang Label dan Periklanan Makanan,
Pasal 1 angka 2, menyebutkan :
Etiket adalah label yang dilekatkan, dicetak, diukir
atau dicantumkan dengan jalan apa pun pada wadah atau pembungkus.
c.
Hal-hal
yang Berkaitan dengan Perikatan
Dalam
KUHPerdata Buku ke-III tentang perikatan (Van
Verbintenissen), termuat ketentuan-ketentuan tentang subjek-subjek hukum
dari perikatan, syarat-syarat perikatan, tentang risiko jenis-jenis perikatan
tertentu, syarat-syarat pembatalannya, dan berbagai bentuk perikatan yang
diadakan (Pasal 1233).
Perikatan
yang terjadi karena undang-undang, dapat timbul karena undang-undang, baik
karena undang-undang maupun sebagai akibat perbuatan seseorang. Perbuatan itu
dapat berupa perbuatan yang diperbolehkan (halal) atau perbuatan yang melanggar
hukum (Pasal 1352, 1353, dan seterusnya).
B. ASPEK
HUKUM PUBLIK
1. Hukum
Pidana
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak disebutkan kata “konsumen”.
Meskipun demikian, secara implicit dapat ditarik beberapa Pasal yang
memberikan perlindungan hukum bagi konsumen, antara lain :
a.
Pasal
204 : Barangsiapa menjual, menawarkan, menyerahkan atau mebagi-bagikan barang,
yang diketahui bahwa membahayakan nyawa atau kesehatan orang, padahal sifat
berbahaya itu tidak diberitahukan, diancam dengan pidana penjara paling lama
lima belas tahun.
b.
Pasal
205 : Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan bahwa barang-barang yang
berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang dijual, diserahkan atau
dibagi-bagikan, tanpa diketahui sifat berbahayanya oleh yang membeli atau
memperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan atau
kurungan paling lama enam bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.
c.
Pasal
382 : Barangsiapa menjual, menawarkan
atau menyerahkan makanan, minuman atau obat-obatan yang diketahui bahwa
itu palsu, dan menyembunyikan hal itu, diancam dengan pidana penjara paling
lama empat tahun.
d.
Dan
lain-lain.
Diluar
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terdapat banyak sekali ketentuan pidana yang
beraspekkan perlindungan konsumen. Lapangan pengaturan yang paling luas
kaitannya dengan hukum perlindungan konsumen terdapat pada bidang kesehatan.
Termasuk dalam kelompok ini adalah Undang-undang No.7 Tahun 1996 tentang
pangan.
Selain itu
juga dalam pengaturan hak-hak atas kekayaan intelektual, seperti hak cipta,
paten, dan hak atas merek, dewasa ini diberi perhatian yang cukup besar,
khususnya dari sudut penerapan sanksi pidananya. Tindak pidana berupa
pembajakan hak cipta, misalnya sekarang diubah dari delik aduan menjadi delik
biasa.
2. Hukum
Administrasi Negara
Sperti halnya hukum pidana, hukum administrasi Negara
adalah instrument hukum publik yang penting dalam perlindungan konsumen.
Sanksi-sanksi hukum secara perdata dan pidana seringkali kurang efektif jika
tidak disertai saknsi administratif.
Sanksi administratif tidak ditujukan pada konsumen
pada umumnya, tetapi justru kepada pengusaha, baik itu produsen maupun penyalur
hasil-hasil produknya. Saknsi administratif berkaitan dengan perizinan yang
diberikan. Jika terjadi pelanggaran, izin-izin itu dapat dicabut secara sepihak
oleh Pemerintah.
Pencabutan izin hanya bertujuan menghentikan proses
produksi dari produsen/penyalur. Produksi di sini harus diartikan secara luas,
dapat berupa barang atau jasa. Dengan demikian, dampaknya secara tidak langsung
berarti melindungi konsumen pula, yakni mencegah jatuhnya lebih banyak korban.
Adapun pemulihan hak-hak korban (konsumen) yang dirugikan bukan lagi tugas
instrument hukum administrasi Negara. Hak-hak konsumen yang dirugikan dapat
dituntut dengan bantuan hukum perdata dan/atau pidana.
Sanksi administrative seringkali lebih efektif
dibandingkan dengan sanksi perdata atau pidana, ada beberapa alasannya:
Pertama,
sanksi administratif dapat diterapkan secara
langsung dan sepihak. Dikatakan demikian karena penguasa sebagai pihak pemberi
izin tidak perlu meminta persetujuan terlebih dahulu dari pihak manapun.
Persetujuan, kalaupun itu dibutuhkan, mungkin dari instansi-instansi pemerintah
terkait.
Kedua, sanksi perdata dan/atau pidana acapkali tidak membawa
efek “jera” bagi pelakunya. Nilai ganti rugi dan pidana yang dijatuhkan mungkin
tidak seberapa dibandingkan dengan keuntungan yang diraih dari perbuatan
negative produsen.
Walaupun secara teoritis instrumen hukum administratif
Negara ini cukup efektif, tetap ada kendala dalam penerapannya. Contohnya
adalah ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang No.23 Tahun 1997 tentang
pengelolaan Lingkungan Hidup. Sanksi administratif terhadap
perusahaan-perusahaan yang mencemari lingkungan masih teramat jarang dilakukan.
Bahkan, untuk kasus-kasus tertentu, sperti pencemaran oleh PT. Inti Indorayon
Sumatera Utar, Pemerintah masih mengandalkan inisiatif konsumen untuk
mempersalahkannya. Pemerintah tampaknya menjadikan sanksi administratif ini
sebagai ultimum remedium, karena dikaitkan dengan pertimbangan tenaga kerja dan
perpajakan. Tentu saja, kedua pertimbangan tersebut seharusnya tidak menjadi
alasan pemaaf bagi pengusaha yang merugikan konsumen tersebut, sepanjang memang
didukung oleh bukti-bukti yang cukup.
3. Hukum
Transnasional
Sebutan “Hukum transnasional” mempunyai dua konotasi. Pertama, hukum transnasional yang
berdimensi perdata, yang lazim disebut hukum perdata internasional. Kedua, hukum internasional yang
berdimensi public, yang biasanya dikenal sebagai hukum internasional publik.
Hukum perdata internasional sesungguhnya bukan hukum yang berdiri sendiri,
melainkan bagian dari hukum perdata nasional. Hukum perdata internasional hanya
berisi petunjuk tentang hukum nasional mana yang akan diberlakukan jika
terdapat kaitan lebih dari satu kepentingan hukum nasional. Melalui petunjuk
inilah lalu ditentukan hukum atau pengadilan mana yang akan menyelesaikan
perselisihan tersebut.
Hukum internasional (publik) sering dinilai sebagai
instrument yang “mandul” dalam menangani banyak kasus hukum yang berdimensi
lintas Negara. Kepentingan nasional masing-masing Negara kerapkali membuatnya
harus menjadi “macan kertas” yang dengan sendirinya tidak bergigi dan tidak
mempunyai kekuatan memaksa.
Maslah perlindungan konsumen merupakan salah satu
bukti diantaranya. Gerakan ini memang berkembang pesat di berbagai penjuru
dunia, namun intensitas gerakan tersebut tidka selalu sama pada tiap-tiap
Negara. Kondisi suatu Negara sangat dominan menentukan seberapa jauh gerakan
ini mendapat tempat di masyarakatnya.
Sumber terpenting dari hukum internasional adalah
perjanjian antarnegara dan konvensi-konvensi internasional. Walaupun begitu,
keberadaan sumber-sumber hukum internasional itu tetap tidak banyak artinya
jika belum diratifikasi oleh Negara yang bersangkutan.
C. PERANAN
HUKUM DALAM PERLINDUNGAN KONSUMEN
Pada era
perdagangan bebas di mana arus barang dan jasa dapat masuk ke semua Negara
denga bebas, maka yang seharusnya terjadi adalah persaingan jujur. Persaingan
jujur adalah suatu persaingan di mana konsumen dapat memiliki barang atau jasa
karena jaminan kualitas dengan harga yang wajar. Oleh karena itu, pola
perlindungan konsumen perlu diarahkan pada pola kerja sama antarnegara,
antarsemua pihak yang berkepentingan agar terciptanya suatu model perlindungan
yang harmonis berdasarkan atas persaingan jujur.
Sampai saat ini
secra universal diakui adanya hak-hak konsumen yang harus dilindungi dan
dihormati, yaitu :
1.
Hak
keamanan dan keselamatan ;
2.
Hak
atas informasi;
3.
Hak
untuk memilih;
4.
Hak
untuk didengar, dan
5.
Hak
atas lingkungan.
Aspek-aspek
hukum terhadap perlindungan konsumen di dalam era pasar domestic dan dbebas,
pada dasarnya dapat dikaji dari dua pendekatan, yakni dari sisi pasar dan dari
sisi pasar global. Keduanya harus diawali dan sejak barang dan jasa diproduksi,
didistribusikan/dipasarkan dan diedarkan samapi barang dan jasa tersebut
dikonsumsi oleh konsumen.
Bertolak dari
pemikiran di atas, pada dasarnya Negara dapat diketahui bahwa aspek hukum
public dan aspek hukum perdata mempunyai peran dan kesempatan yang sama untuk
melindungi kepentingan konsumen. Aspek hukum public berperan dan dapat
dimanfaatkan oleh Negara, pemerintah instansi yang mempunyai peran dan
kewenangan untuk melindungi konsumen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar