Kamis, 08 November 2012


ASPEK-ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

A.     ASPEK KEPERDATAAN
Kaedah-kaedah hukum perdata umumnya termuat dalam Kitab Undang-undang Hukum PERDATA (KUH Perdata). Disamping itu tentu saja juga kaedah-kaedah hukum perdata adat yang tidak tertulis tetapi ditunjuk oleh pengadilan-pengadilan dalam perkara-perkara tertentu.
Kaedah-kaedah hukum yang mengatur hubungan dan masalah hukumantara pelaku usaha penyedia barang dan atau penyelenggara jasa dengan konsumennya masing-masing termuat dalam :
1.      KUH Perdata, terutama dalam buku kedua, ketiga dan keempat;
2.      KUHD, buku kesatu dan buku kedua;
3.      Berbagai peraturan perundang-undangan lain yang memuat kaedah-kaedah hukum bersifat perdata tentang subjek-subjek hukum, hubungan hukum, dan masalah antara penyedia barang atau penyelenggara jasa tertentu dan konsumen.
Beberapa hal yang dinilai penting dalam hubungan konsumen dan penyedia barang dan atau penyelenggara jasa antara lain sebagai berikut :
1.      Hal-hal yang Berkaitan dengan Informasi
Bagi konsumen, informasi tentang barang dan atau jasa merupakan kebutuhan pokok, sebelum ia menggunakan sumber dananya (gaji, upah, honor atau apapun nama lainnya) untuk mengadakan transaksi konsumen tentang barang atau jasa tersebut. Dengan traksaksi konsumen dimaksudkan diadakannya hubungan hukum (jual beli, beli sewa, sewa menyewa, pinjam meminjam, dsb) tentang produk konsumen dengan pelaku usaha itu.
Informasi-informasi tersebut meliputi tentang ketersediaan barang atau jasa yang dibutuhkan masyarakat konsumen, tentang kualitas produk, keamanannya, harga, tentang berbagai persyaratan dan atau cara memperolehnya, tentang jaminan atau garansi produk, persediaan suku cadang, tersedianya pelayanan jasa purna jual, dan lain-lain yang berkaitan dengan itu.
Informasi dari kalangan pemerintah dapat diserap dari berbagai penjelasan, siaran, keterangan, penyusun peraturan perundang-undangan secara umum atau dalam rangka deregulasi, dan/atau tindakan pemerintah pada umumnya atau tentang sesuatu produk konsumen. Dari sudut penyusunan peraturan perundang-undangan terlihat informasi itu termuat sebagai suatu keharusan. Beberapa di antaranya, ditetapkan harus dibuat, baik secara dicantumkan pada maupun dimuat di dalam wadah atau pembungkusnya ( antara lain label dari produk makanan dalam kemasan ). Sedang untuk produk hasil industry lainnya, informasi tentang produk itu terdapat dalam bentuk standar yang ditetapkan oleh pemerintah, standar internasional, atau standar lain yang ditetapkan oleh pihak yang berwenang.
Informasi dari konsumen atau organisasi konsumen tampak pada pembicaraan dari mulut ke mulut tentang suatu produk konsumen, surat-surat pembaca pada media massa, berbagai siaran kelompok tertentu, tanggapan atau protes organisasi konsumen menyangkut sesuatu produk konsumen.

2.      Beberapa Bentuk Informasi
Diantara berbagai informasi tentang atau jasa konsumen yang diperlukan konsumen , tampaknya yang paling berpengaruh pada saat ini adalah informasi yang bersumber dari kalangan pelaku usaha. Terutama dalam bentuk iklan atau label, tanpa mengurangi pengaruh dari berbagai bentuk informasi pengusaha lainnya.
Iklan adalah bentuk informasi yang umumnya bersifat sukarela, sekalipun pada akhir-akhir ini termasuk juga yang diatur di dalam Undang-undang tentang perlindungan konsumen.
a.       Tentang Iklan
Menurut ketentuan dari UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 9 ayat (1) berbunyi :
Pelaku Usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/ atau jasa secara tidak benar dan/atau seolah-olah… dan seterusnya.
Sayangnya dalam undang-undang ini tidak dicantumkan apa yang dimaksud dengan iklan. Yang terdapat dalam perundang-undangan ini hanyalah berbagai larangan dan suruhan berkaitan dengan periklanan saja.
      Dari hal-hal terurai diatas tentang kedudukan periklanan dalam masyarakat usaha, setidak-tidaknya terdapat dua batasan iklan, yang satu ditetapkan oleh Departemen Kesehatan yang lainnya oleh sistem penyiaran nasional.
Kedua batasan iklan tersebut berjalan bersama masing-masing untuk bidang masing-masing. Sampai saat ini tidak terdapat gangguanapapun baik terhadap masyarakat pembuat maupun pengguna produk konsumen yang diiklankan berdasarkan masing-masing rumusan yang bersangkutan. Bagi konsumen informasi produk konsumen sangat menentukan sehingga haruslah informasi itu memuat keterangan yang benar, jelas, jujur, dan bertanggung jawab.
Mengenai perilaku periklanan yang lengkap diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, adalah sebagai berikut:
1)      Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang:
a)      mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan  harga barang dan/atau tariff jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa;
b)      Mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa;
c)      Memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa;
d)      Tidak memuat informasi mengenai resiko pemakaian barang dan/atau jasa;
e)      Mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizing yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan;
f)        Melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.
2)      Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggar ketentuan pada ayat (1).
Selanjutnya,  berkaitan dengan tanggung jawab pelaku usaha periklanan ini diatur dalam Pasal 20, sebagai berikut Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.
b.      Tentang label
Informasi produk konsumen yang bersifat wajib ini, ditetapkan dalam berbagi peraturan perundang-undangan. Pengaturan tentang informasi yang disebut dengan berbagai istilah seperti penandaan, label, atau etiket. Ketentuan tersebut terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
1.      UU Barang, UU No.10 Tahun 1961, memberikan informasi tentang barang, Pasal 2 ayat (4) UU ini menentukan :
Pemberian nama dan/atau tanda-tanda yang menunjukkan asal, sifat, susunan bahan, bentuk banyaknya dan/atau kegunaan barang-barang yang baik diharuskan maupun tidak diperbolehkan dibubuhkan atau dilekatkan pada barang pembungkusnya, tempat barang-barang itu diperdagangkan dan alat-alat reklame, pun cara pembubuhan atau melekatkan nama dan/atau tanda-tanda itu.
2.      Baik produk makanan, maupun obat diwajibkan mencantumkan label pada wadah atau pembungkusnya. Permenkes No.79 Tahun 1978 tentang Label dan Periklanan Makanan, Pasal 1 angka 2, menyebutkan :
Etiket adalah label yang dilekatkan, dicetak, diukir atau dicantumkan dengan jalan apa pun pada wadah atau pembungkus.

c.       Hal-hal yang Berkaitan dengan Perikatan
Dalam KUHPerdata Buku ke-III tentang perikatan (Van Verbintenissen), termuat ketentuan-ketentuan tentang subjek-subjek hukum dari perikatan, syarat-syarat perikatan, tentang risiko jenis-jenis perikatan tertentu, syarat-syarat pembatalannya, dan berbagai bentuk perikatan yang diadakan (Pasal 1233).
Perikatan yang terjadi karena undang-undang, dapat timbul karena undang-undang, baik karena undang-undang maupun sebagai akibat perbuatan seseorang. Perbuatan itu dapat berupa perbuatan yang diperbolehkan (halal) atau perbuatan yang melanggar hukum (Pasal 1352, 1353, dan seterusnya).

B.     ASPEK HUKUM PUBLIK
1.      Hukum Pidana
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak disebutkan kata “konsumen”.
Meskipun demikian, secara implicit dapat ditarik beberapa Pasal yang memberikan perlindungan hukum bagi konsumen, antara lain :
a.       Pasal 204 : Barangsiapa menjual, menawarkan, menyerahkan atau mebagi-bagikan barang, yang diketahui bahwa membahayakan nyawa atau kesehatan orang, padahal sifat berbahaya itu tidak diberitahukan, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
b.      Pasal 205 : Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan bahwa barang-barang yang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang dijual, diserahkan atau dibagi-bagikan, tanpa diketahui sifat berbahayanya oleh yang membeli atau memperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan atau kurungan paling lama enam bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.
c.       Pasal 382 : Barangsiapa menjual, menawarkan  atau menyerahkan makanan, minuman atau obat-obatan yang diketahui bahwa itu palsu, dan menyembunyikan hal itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
d.      Dan lain-lain.
Diluar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terdapat banyak sekali ketentuan pidana yang beraspekkan perlindungan konsumen. Lapangan pengaturan yang paling luas kaitannya dengan hukum perlindungan konsumen terdapat pada bidang kesehatan. Termasuk dalam kelompok ini adalah Undang-undang No.7 Tahun 1996 tentang pangan.
Selain itu juga dalam pengaturan hak-hak atas kekayaan intelektual, seperti hak cipta, paten, dan hak atas merek, dewasa ini diberi perhatian yang cukup besar, khususnya dari sudut penerapan sanksi pidananya. Tindak pidana berupa pembajakan hak cipta, misalnya sekarang diubah dari delik aduan menjadi delik biasa.
2.      Hukum Administrasi Negara
Sperti halnya hukum pidana, hukum administrasi Negara adalah instrument hukum publik yang penting dalam perlindungan konsumen. Sanksi-sanksi hukum secara perdata dan pidana seringkali kurang efektif jika tidak disertai saknsi administratif.
Sanksi administratif tidak ditujukan pada konsumen pada umumnya, tetapi justru kepada pengusaha, baik itu produsen maupun penyalur hasil-hasil produknya. Saknsi administratif berkaitan dengan perizinan yang diberikan. Jika terjadi pelanggaran, izin-izin itu dapat dicabut secara sepihak oleh Pemerintah.
Pencabutan izin hanya bertujuan menghentikan proses produksi dari produsen/penyalur. Produksi di sini harus diartikan secara luas, dapat berupa barang atau jasa. Dengan demikian, dampaknya secara tidak langsung berarti melindungi konsumen pula, yakni mencegah jatuhnya lebih banyak korban. Adapun pemulihan hak-hak korban (konsumen) yang dirugikan bukan lagi tugas instrument hukum administrasi Negara. Hak-hak konsumen yang dirugikan dapat dituntut dengan bantuan hukum perdata dan/atau pidana.
Sanksi administrative seringkali lebih efektif dibandingkan dengan sanksi perdata atau pidana, ada beberapa alasannya:
Pertama,  sanksi administratif dapat diterapkan secara langsung dan sepihak. Dikatakan demikian karena penguasa sebagai pihak pemberi izin tidak perlu meminta persetujuan terlebih dahulu dari pihak manapun. Persetujuan, kalaupun itu dibutuhkan, mungkin dari instansi-instansi pemerintah terkait.
Kedua, sanksi perdata dan/atau pidana acapkali tidak membawa efek “jera” bagi pelakunya. Nilai ganti rugi dan pidana yang dijatuhkan mungkin tidak seberapa dibandingkan dengan keuntungan yang diraih dari perbuatan negative produsen.
Walaupun secara teoritis instrumen hukum administratif Negara ini cukup efektif, tetap ada kendala dalam penerapannya. Contohnya adalah ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang No.23 Tahun 1997 tentang pengelolaan Lingkungan Hidup. Sanksi administratif terhadap perusahaan-perusahaan yang mencemari lingkungan masih teramat jarang dilakukan. Bahkan, untuk kasus-kasus tertentu, sperti pencemaran oleh PT. Inti Indorayon Sumatera Utar, Pemerintah masih mengandalkan inisiatif konsumen untuk mempersalahkannya. Pemerintah tampaknya menjadikan sanksi administratif ini sebagai ultimum remedium, karena dikaitkan dengan pertimbangan tenaga kerja dan perpajakan. Tentu saja, kedua pertimbangan tersebut seharusnya tidak menjadi alasan pemaaf bagi pengusaha yang merugikan konsumen tersebut, sepanjang memang didukung oleh bukti-bukti yang cukup.

3.      Hukum Transnasional
Sebutan “Hukum transnasional” mempunyai dua konotasi. Pertama, hukum transnasional yang berdimensi perdata, yang lazim disebut hukum perdata internasional. Kedua, hukum internasional yang berdimensi public, yang biasanya dikenal sebagai hukum internasional publik. Hukum perdata internasional sesungguhnya bukan hukum yang berdiri sendiri, melainkan bagian dari hukum perdata nasional. Hukum perdata internasional hanya berisi petunjuk tentang hukum nasional mana yang akan diberlakukan jika terdapat kaitan lebih dari satu kepentingan hukum nasional. Melalui petunjuk inilah lalu ditentukan hukum atau pengadilan mana yang akan menyelesaikan perselisihan tersebut.
Hukum internasional (publik) sering dinilai sebagai instrument yang “mandul” dalam menangani banyak kasus hukum yang berdimensi lintas Negara. Kepentingan nasional masing-masing Negara kerapkali membuatnya harus menjadi “macan kertas” yang dengan sendirinya tidak bergigi dan tidak mempunyai kekuatan memaksa.
Maslah perlindungan konsumen merupakan salah satu bukti diantaranya. Gerakan ini memang berkembang pesat di berbagai penjuru dunia, namun intensitas gerakan tersebut tidka selalu sama pada tiap-tiap Negara. Kondisi suatu Negara sangat dominan menentukan seberapa jauh gerakan ini mendapat tempat di masyarakatnya.
Sumber terpenting dari hukum internasional adalah perjanjian antarnegara dan konvensi-konvensi internasional. Walaupun begitu, keberadaan sumber-sumber hukum internasional itu tetap tidak banyak artinya jika belum diratifikasi oleh Negara yang bersangkutan.

C.     PERANAN HUKUM DALAM PERLINDUNGAN KONSUMEN
Pada era perdagangan bebas di mana arus barang dan jasa dapat masuk ke semua Negara denga bebas, maka yang seharusnya terjadi adalah persaingan jujur. Persaingan jujur adalah suatu persaingan di mana konsumen dapat memiliki barang atau jasa karena jaminan kualitas dengan harga yang wajar. Oleh karena itu, pola perlindungan konsumen perlu diarahkan pada pola kerja sama antarnegara, antarsemua pihak yang berkepentingan agar terciptanya suatu model perlindungan yang harmonis berdasarkan atas persaingan jujur.
Sampai saat ini secra universal diakui adanya hak-hak konsumen yang harus dilindungi dan dihormati, yaitu :
1.      Hak keamanan dan keselamatan ;
2.      Hak atas informasi;
3.      Hak untuk memilih;
4.      Hak untuk didengar, dan
5.      Hak atas lingkungan.
Aspek-aspek hukum terhadap perlindungan konsumen di dalam era pasar domestic dan dbebas, pada dasarnya dapat dikaji dari dua pendekatan, yakni dari sisi pasar dan dari sisi pasar global. Keduanya harus diawali dan sejak barang dan jasa diproduksi, didistribusikan/dipasarkan dan diedarkan samapi barang dan jasa tersebut dikonsumsi oleh konsumen.
Bertolak dari pemikiran di atas, pada dasarnya Negara dapat diketahui bahwa aspek hukum public dan aspek hukum perdata mempunyai peran dan kesempatan yang sama untuk melindungi kepentingan konsumen. Aspek hukum public berperan dan dapat dimanfaatkan oleh Negara, pemerintah instansi yang mempunyai peran dan kewenangan untuk melindungi konsumen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar