Sabtu, 01 Desember 2012

PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA


PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA
DI INDONESIA

1.     Sejarah Hak-Hak Asasi Manusia
Secara historis hak asasi manusia sebagaimana yang saat ini dikenal (baik yang di cantumkan dalam berbagai piagam maupun dalam UUD), memiliki riwayat perjuangan panjang bahkan sejak Abad Ke-13 perjuangan untuk mengukuhkan gagasan hak asasi manusia ini sesudah dimulai segera setelah di tanda tanganinya Magna Charta pada tahun 1215 oleh raja John Lackbland, maka sering kali peristiwa ini di catat sebagai permulaan dari sejarah perjuangan hak-hak asasi manusia, sekali pun sesungguhnya piagam ini belum merupakan perlindungan terhadap hak-hak asasi sebagaimana yang di kenal surat ini (Muh. Kusnardi dan ibrahim,1981:307).
Menurut Muhammad Kusnardi dan Ibrahim (1981:308), bahwasannya perkembangan dari hak-hak asasi manusia adalah dengan ditanda tanganinya Polition of Rights pada tahun 1628 oleh raja Charles 1. Kalau pada tahun 1215 raja berhadapan dengan kaum bangsawan dan gereja, yang mendorong lahirnya Magna Charta, maka pada tahun 1628 tersebut raja berhadapan dengan parlemen yang terdiri dari utusan rakyat (The House Of Comouons) kenyataan ini memperlihatkan bahwa perjuangan hak-hak asasi manusia memiliki korelasi yang erat sekali dengan perkembangan demokrasi.
Namun dalam hal ini yang perlu dicatat, bahwasannya hak asasi manusia itu telah ada sejak abad 13,karena telah adanya pejuangan-perjuangan dari rakyat untuk mengukuhkan gagasan hak asasi mausia sudah di miliki.  
2.   Pengertian HAM
Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia sebagai anugerah Tuhan yang dibawa sejak lahir. Menurut UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dinyatakan bahwa HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatannya, serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
HAM memiliki beberapa ciri khusus, yaitu sebagai berikut:
1)            Hakiki (ada pada setiap diri manusia sebagai makhluk Tuhan).
2)            Universal, artinya hak itu berlaku untuk semua orang.
3)            Permanen dan tidak dapat dicabut.
4)            Tak dapat dibagi, artinya semua orang berhak mendapatkan semua hak.

sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang wajib dihormat3.Macam-Macam HAM
Perkembangan tuntutan HAM berdasar tingkat kemajuan peradaban budaya dapat dibagi secara garis besar meliputi bidang sebagai berikut.
a.             Hak asasi pribadi (personal rights)
b.            Hak asasi di bidang politik (politic rights)
c.             Hak asasi di bidang ekonomi (economic and property rights)
d.            Hak asasi di bidang sosial budaya (social and cultural rights)
e.             Hak untuk memajukan ilmu dan teknologi
f.              Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan (procedural rights)
g.             Hak asasi di bidang HANKAM (defense and security rights)

2.            Peran Serta dalam Upaya Pemajuan, Penghormatan, dan Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia
Kategori pelanggaran HAM sebagai berikut.
1)            Pembunuhan besar-besaran (genocide),
2)            Rasialisme resmi (politik apartheid),
3)            Terorisme resmi berskala besar,
4)            Pemerintahan Totaliter,
5)            Penolakan secara sadar,
6)            Perusakan kualitas lingkungan (ecocide)
7)            Kejahatan perang.

Upaya penegakan HAM merupakan kewajiban bersama. Untuk mengetahui secara pasti tentang partisipasi perlindungan dan penegakkan HAM di Indonesia maka KOMNAS HAM menekankan
1)            Membantu terwujudnya peradilan kredibel;
2)            Memprakarsai dan menfasilitasi pembentukan komnas HAM di    daerah-daerah;
3)            Mengatasi pelanggaran HAM berat;
4)            Meningkatkan kemampuan para penegak hukum;
5)            Meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat;
6)            Menjamin berlanjutnya proses hokum;
7)            Membuat kriteria dan indikator pelanggaran HAM

4. Hak-Hak Asasi Dalam Undang-undang Dasar 1945
               Telah di jelaskan  pada pembangian  sebelumnya bahwa Undang-Undang Dasar 1945 terdiri dari tiga bagian  yang mempunyai kedudukan yang sama, yaitu pembukaan, batang tubuh yang terdiri dari Pasal 37.

A. Dalam Pembukaan
               Sesungguhnya pembukaan undang-undang dasar 1945 banyak menyebutkan hak-hak asasi sejak alinia pertama sampai alinia keempat.
- Alinea pertama pada hakekatnya adalah merupakan pengakuan akan adanya kebebasan untuk merdeka.pengakuan akan perikemanusiaan  adalah inti sari  dari hak-hak asasi manusia,
- Alinea kedua  : Indonesia sebagai negara yang adil
- Alinea ketiga  : Dapat disimpulkan bahwa rakyat indonesia menyatakan kemerdekaannya supaya tercapai kehidupan bangsa indonesia yang bebas.
- Alinea ke empat: berisikan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi dalam segala bidang

B. Dalam Batang Tubuh
               Undang-undang dasar 1945 mengatur hak-hak asasi manusia dalam 7 pasal ,yaitu Pasal-Pasal yang langsung berbicara mengenai hak-hak asasi. Ketujuh pasal tersebut adalah :
1.      Pasal 27: Tentang persamaan dalam hukum dan penghidupan yang layak bagi manusia.
2.      Pasal 28: Tentang kebebasan berserikat,berkumpul,dan mengeluarkan pikiran secara lisan maupun tulisan.
3.      Pasal 29: Tentang kemerdekaan untuk memeluk agama
4.      Pasal 31: Tentang hak untuk mendapat pengajaran
5.      Pasal 32: Perlindungan yang bersifat kulturil
6.      Pasal 33: Tentang hak ekonomi
7.      Pasal 34: Tentang kesejahteraan sosial
               Namun dalam hal ini yang perlu dicatat, bahwa dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan dalam batang tubuh UUD 1945. Hak-hak asasi itu telah ada. Karena itu tidak heranlah bahwasannya Negara Indonesia saat ini telah mengatur masalah UUD 1945, dan yang harus dipikirkan oleh pemerintah adalah bagaimana supaya segera menyusun undang-undang pelaksanaannya.

5. Penegakan HAM di Indonesia, Instrumen Hukum, dan Peradilan Internasional
Bangsa Indonesia menyatakan hak-hak asasinya dalam berbagai peraturan perundangan sebagai berikut.
1.            UUD 1945
2.            Tap. MPR No. XXVI/MPR/1998 tentang HAM
3.            UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM
4.            UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia di Indonesia mempunyai tugas pokok, yaitu meningkatkan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia di Indonesia. Sedangkan Pengadilan HAM memiliki wewenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat, termasuk yang dilakukan di luar territorial wilayah Negara RI oleh Warga Negara Indonesia.

6. Hambatan dan Tantangan dalam Penegakan HAM Di Indonesia
Adapun aspek yang menjadi penyebab pelanggaran HAM dalam penegakan HAM tidak mudah, antara lain sebagai berikut.
1.            Belum adanya pemahaman dan kesadaran.
2.            Kurang adanya kepastian hukum terhadap pelanggar HAM.
3.            Adanya campur tangan dalam lembaga peradilan.
4.            Kurang berfungsinya lembaga penegak hukum.

7. Instrumen Hukum dan Peradilan HAM
     Dalam Piagam PBB berkali-kali diulang bahwa PBB akan mendorong, mengembangkan, dan mendukung penghormatan secara Universal dan efektif hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan pokok bagi semua tanpa membedakan suku, gender, bahasa, dan agama.
Organisasi Buruh Sedunia (ILO) yang bertugas memperbaiki syarat-syarat bekerja dan Disamping itu, ada dua badan khusus PBB yang juga menangani HAM hidup para buruh. Badan yang kedua adalah UNESCO yang mempunyai tugas meningkatkan kerja sama antarbangsa melalui pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.
Pada tanggal 16 desember 1966, disahkan Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights dan Internasional Covenant on Civil and Political Rights. Pejanjian Internasional mengenai hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya yang mulai berlaku sejak tanggal 3 Januari 1976. Perjanjian ini berupaya meningkatkan dan melindungi tiga kategori hak, yaitu sebagai berikut.
1.            Hak untuk bekerja.
2.            Hak atas perlindungan social.
3.            Hak atas pendidikan dan hak untuk menikmati manfaat kebebasan kebudayaan dan kemajuan ilmu pengetahuan.
Pejanjian ini juga melarang perampasan sewenang-wenang atas kehidupan, penyiksaan, perlakuan atau hukuman yang kejam atau merendahkan martabat, perbudakan, kerja paksa, penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang dan lain-lainnya.ng kedua adalah UNESCO yang mempunyai tugas meningkatkan kerja sama antarban
  
KESIMPULAN

            Dari deskripsi diatas dapat disimpulkan bahwa hak asasi manusia itu baru muncul pada abad Ke-13, dan tetapi setelah ditanda tanganinya Magna Charta pada tahun 1215 oleh Raja John Lackland, maka seringkali peristiwa itu dicatat sebagai penilaian dari sejarah perjuangan hak-hak asasi manusia itu.
            Adapun yang dimaksud dengan HAM (Hak Asasi Manusia) itu sendiri adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia sebagai anugerah Tuhan yang di bawah sejak lahir.






 DAFTAR PUSTAKA

Kusnardi, Muhammad Ibrahim.1984. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta    : Pusat Studi Hukum Tata Negara UI Dan C.V. Sinar Bakti.
Budi, Arjdo Miriam, 2006. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Granmedia Pustaka Utama.



















Kode Etik Advokat


KODE  ETIK ADVOKAT


A.     PENDAHULUAN
Secara historis, Advokat termasuk salah satu profesi yang tertua. Dalam perjalanannya, profesi ini dinamai sebagai officium nobile, jabatan yang mulia. Penamaan itu terjadi adalah karena aspek “kepercayaan” dari (pemberi kuasa, klien) yang dijalankannya untuk mempertahankan dan memperjuangkan hak-haknya di forum yang telah ditentukan.
Advokat sebagai nama resmi profesi dalam sistem peradilan kita-kita pertama ditemukan dalam ketentuan Susunan Kehakiman dan Kebijaksanaan Mengadili (RO). Advokat itu merupakan padanan dari kata Advocaat (Belanda) yakni seseorang yang telah resmi diangkat untuk menjalankan profesinya setelah memperoleh gelar meester in de rechten (Mr). Lebih jauh lagi, sesungguhnya akar kata itu berasal dari kata latin “advocare, advocator”. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau hampir di setiap bahasa di dunia kata (istilah) itu dikenal.
Profesi Advokat sebenarnya merupakan profesi yang relatif sudah tua usianya. Jauh sebelum kemerdekaan nasional, profesi advokat sudah dikenal dalam masyarakat Indonesia. Pada tahun 1947 telah diperkenalkan satu peraturan yang mengatur profesi advokat. Peraturan yang dikenal dengan nama Reglement op de Rechterlijke organisatie en het Beleid der Justitie in Indonesia (S. 1847 no. 23 yo S. 1848 no. 57) dengan segala perubahan dan penambahannya, antara lain menyebutkan advokat adalah juga Procureur. Melihat kenyataan bahwa undang-undang tentang advokat telah dibuat pada tahun 1947, dapat diduga bahwa profesi sudah dikenal pada tahun 1850-an.
Di samping advokat, pada masa sebelum kemerdekaan nasional, kita mengenal pokrol atau sering disebut dalam istilah bahasa Inggris bush lawyer. Mereka adalah pemuka-pemuka masyarakat atau orang-orang biasa yang setelah memperoleh pendidikan praktek hukum seperti; Hukum Acara Perdata, Hukum Acara Pidana, Hukum Perdata, Hukum Pidana, diberikan izin pengadilan untuk memberikan nasehat hukum atau melakukan pembelaan masyarakat pencari keadilan di depan pengadilan. Para pokrol ini kemudian berpraktek pula seperti halnya advokat. Pokrol atau bush lawyer ini sekarang sudah tidak banyak dikenal, dan lambat laun keberadaannya juga semakin memudar.


B.     Pengertian Etika Profesi Advokat
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani, “ethos” yang artinya cara berpikir, kebiasaan, adat, perasaan, sikap dll. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, ada 3 (tiga) arti yang dapat dipakai untuk kata Etika antara lain. Etika sebagai sistem nilai atau sebagai nilai-nilai atau norma-norma moral yang menjadi pedoman bagi seseorang atau kelompok untuk bersikap dan bertindak. Etika juga bisa diartikan sebagai kumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak atau moral. Selain itu, Etika bisa juga diartikan sebagai ilmu tentang yang baik dan yang buruk yang diterima dalam suatu masyarakat, menjadi bahan refleksi yang diteliti secara sistematis dan metodis.
            Dengan demikian etika adalah norma-norma sosial yang mengatur perilaku manusia secara normatif tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak harus dilakukan, merupakan pedoman bagi manusia untuk berperilaku dalam masyarakat. Norma-norma sosial tersebut dapat dikelompokkan dalam hal yaitu norma kesopanan atau etiket, norma hukum dan norma moral atau etika. Etiket hanya berlaku pada pergaulan antar sesama, sedang etika berlaku kapan saja, dimana saja, baik terhadap orang lain maupun sedang sendirian.
Etika dalam sebuah profesi disusun dalam sebuah Kode Etik.  Dengan demikian Kode Etik dalam sebuah profesi berhubungan erat dengan nilai sosial manusia yang dibatasi oleh norma-norma yang mengatur sikap dan tingkah laku manusia itu sendiri, agar terjadi keseimbangan kepentingan masing-masing di dalam masyarakat. Jadi norma adalah aturan atau kaidah yang dipakai untuk menilai sesuatu. Paling sedikit ada tiga macam norma sosial yang menjadi pedoman bagi manusia untuk berperilaku dalam masyarakat, yaitu norma kesopanan atau etiket, norma hukum dan norma moral atau etika. Etika atau sopan santun, mengandung norma yang mengatakan apa yang harus kita lakukan. Selain itu baik etika maupun etiket mengatur perilaku manusia secara normatif, artinya memberi norma bagi perilaku manusia. Dengan demikian keduanya menyatakan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak harus dilakukan.
            Rumusan konkret dari sistem etika bagi profesional dirumuskan dalam suatu kode etik profesi yang secara harafiah berarti etika yang dikodifikasi atau, bahasa awamnya, dituliskan. Bertens menyatakan bahwa kode etik ibarat kompas yang memberikan atau menunjukkan arah bagi suatu profesi dan sekaligus menjamin mutu moral profesi itu di dalam masyarakat. Anggotanya dengan mengadakan larangan-larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang akan merugikan kesejahteraan materiil para anggotanya. Senada dengan Bertens, Sidharta berpendapat bahwa kode etik profesi adalah seperangkat kaedah perilaku sebagai pedoman yang harus dipatuhi dalam mengemban suatu profesi.
Yang dimaksud dengan profesi adalah pekerjaan tetap sebagai pelaksanaan fungsi kemasyarakatan berupa karya pelayanan yang pelaksanaannya dijalankan secara mandiri dengan komitmen dan keahlian berkeilmuan dalam bidang tertentu yang pengembangannya dihayati sebagai panggilan hidup dan terikat pada etika umum dan etika khusus (etika profesi) yang bersumber pada semangat pengabdian terhadap sesama demi kepentingan umum, serta berakar dalam penghormatan terhadap martabat manusia (respect for human dignity). Jadi, profesi itu berintikan praktis ilmu secara bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalah konkret yang dihadapi seorang warga masyarakat. Pengembanan profesi mencakup bidang-bidang yang berkaitan dengan salah satu dan nilai-nilai kemanusiaan yang fundamental, seperti keilahian (imam), keadilan (hukum), kesehatan (dokter), sosialisasi/pendidikan (guru), informasi (jurnalis).
Etika profesi pada hakikatnya adalah kesanggupan untuk secara seksama berupaya memenuhi kebutuhan pelayanan profesional dengan kesungguhan, kecermatan dan keseksamaan mengupayakan pengerahan keahlian dan kemahiran berkeilmuan dalam rangka pelaksanaan kewajiban masyarakat sebagai keseluruhan terhadap para warga masyarakat yang membutuhkannya, yang bermuatan empat kaidah pokok. Pertama, profesi harus dipandang dan dihayati sebagai suatu pelayanan dengan tidak mengacu pamrih.
Kedua, selaku mengacu kepada kepentingan atau nilai-nilai luhur sebagai norma kritik yang memotivasi sikap dan tindakan. Ketiga, berorientasi pada masyarakat sebagai keseluruhan. Keempat, semangat solidaritas antar sesama rekan seprofesi demi menjaga kualitas dan martabat profesi.

Dalam konteks profesi, kode etik memiliki karakteristik antara lain :
·        Merupakan produk terapan, sebab dihasilkan berdasarkan penerapan etis atas suatu profesi tertentu.
·        Kode etik dapat berubah dan diubah seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek).
·        Kode etik tidak akan berlaku efektif bila keberadaannya di-drop begitu saja dari atas sebab tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan nilai yang hidup dalam kalangan profesi sendiri.
·        Kode etik harus merupakan self-regulation (pengaturan diri) dari profesi itu sendiri yang prinsipnya tidak dapat dipaksakan dari luar.
·        Tujuan utama dirumuskannya kode etik adalah mencegah perilaku yang tidak etis.
            Jadi, paling tidak ada tiga maksud yang terkandung dalam pembentukan kode etik, yakni (i) menjaga dan meningkatkan kualitas moral; (ii) menjaga dan meningkatkan kualitas keterampilan teknis; dan (iii) melindungi kesejahteraan materiil para pengemban profesi. Kesemua maksud tersebut tergantung pada prasyarat utama, yaitu menimbulkan kepatuhan bagi yang terikat oleh kode etik tersebut.
            Begitu juga halnya dengan profesi hukum. Setiap profesi hukum mempunyai fungsi dan peranan tersendiri dalam rangka mewujudkan Pengayoman hukum berdasarkan Pancasila dalam masyarakat, yang harus diterapkan sesuai dengan mekanisme hukum berdasarkan perundang-undangan yang berlaku (memenuhi asas legalitas dalam Negara hukum). Setiap profesi hukum dalam menjalankan tugasnya masing-masing harus senantiasa menyadari, bahwa dalam proses pemberian Pengayoman hukum, mereka harus saling isi-mengisi demi tegaknya hukum, keadilan dan kebenaran yang sesuai dengan jiwa Negara kita yang bersifat integralistik dan kekeluargaan.
            Profesi hukum adalah profesi untuk mewujudkan ketertiban berkeadilan yang memungkinkan manusia dapat menjalani kehidupannya secara wajar (tidak perlu tergantung pada kekuatan fisik maupun finansial). Hal ini dikarenakan Ketertiban berkeadilan adalah kebutuhan dasar manusia; dan Keadilan merupakan Nilai dan keutamaan yang paling luhur serta  merupakan unsur esensial dan martabat manusia. Pengemban profesi hukum itu mencakup 4 (empat) bidang karya hukum, yaitu: 1) Penyelesaian konflik secara formal (peradilan yang melibatkan profesi hakim, Advokat, dan Jaksa); 2) Pencegahan konflik (perancangan hukum); 3) Penyelesaian konflik secara informal (mediasi, negoisasi); 4) Penerapan hukum di luar konflik.
Setiap profesi hukum harus mampu membina dan mengembangkan cara kerja profesional yang sebaik-baiknya berdasarkan ethika profesi yang luhur. Kemudian organisasi profesi yang bersangkutan harus mengawasi secara berkala (internal controle) karya anggota-anggotanya, apakah mereka dalam menjalankan profesinya selalu memegang teguh pada “high ethical/professional standards” yang berlaku. Hal ini lebih-lebih berlaku bagi profesi hukum yang bersifat merdeka/mandiri seperti Hakim dan jabatan-bebas (“vrije beroepen”) lainnya seperti notaris, pengacara, dokter dan guru besar ilmu hukum. Bagi profesi-profesi yang dalam melaksanakan tugasnya bersifat mandiri dan tidak boleh dipengaruhi oleh pihak luar, maka kemandirian/kebebasan  dalam tugasnya haruslah selalu diimbangi dengan rasa tanggung jawab yang lebih besar pula, karena ia sendirilah yang bertanggung jawab sepenuhnya atas karyanya kepada hati nurani dan keyakinan hukumnya sendiri, kepada masyarakat dan akhirnya kepada Tuhan Yang Maha Esa Mengetahui. Jadi kebebasan yang bertanggung jawab sesuai dengan sumpah jabatannya.

C.     Kode Etik Advokat
Tiap profesi termasuk Advokat menggunakan sistem etika, terutama untuk menyediakan struktur yang mampu menciptakan disiplin tata kerja, dan menyediakan garis batas tata nilai yang bisa dijadikan acuan para profesional untuk menyelesaikan dilemma etika yang dihadapi saat menjalankan fungsi pengemban profesinya sehari-hari. Sistem etika tersebut bisa juga menjadi parameter bagi berbagai problematika profesi pada umumnya, seperti menjaga kerahasiaan dalam hubungan klien profesional, konflik kepentingan yang ada, dan isu-isu yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial profesi.
Advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile) yang dalam menjalankan profesinya berada di bawah perlindungan hukum, Undang-undang dan kode etik, memiliki kebebasan yang didasarkan kepada kehormatan dan kepribadian Advokat yang berpegang teguh kepada kemandirian, kejujuran, kerahasiaan, dan keterbukaan.
Di dalam Bab II Pasal 2 Kode Etik Advokat Indonesia Tentang Kepribadian Advokat, disebutkan:
“Advokat Indonesia adalah warga Negara Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia, dan yang dalam melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi hukum, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, kode etik Advokat serta sumpah jabatannya”.


Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia, dan yang dalam melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi hukum, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, kode etik Advokat serta sumpah jabatannya adalah “kepribadian yang harus dimiliki oleh setiap Advokat”.
Kode etik yang mengatur mengenai kepribadian advokat sangat berkaitan erat dengan Ethika. Ethika merupakan filsafat moral untuk mendapatkan petunjuk tentang perilaku yang baik, berupa nilai-nilai luhur dan aturan-aturan pergaulan yang baik dalam hidup bermasyarakat dan kehidupan pribadi seseorang. Ethika moral ini menumbuhkan kaedah-kaedah atau norma-norma ethika yang mencakup theori nilai tentang hakekat apa yang baik dan apa yang buruk, dan theori tentang perilaku (“conduct”) tentang perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk.
Moral ini berkaitan erat dengan pandangan hidup, agama atau kepercayaan maupun adat-kebiasaan masyarakat yang bersangkutan. Bangsa Indonesia mempunyai Pancasila sebagai dasar ideologi Negara dan pandangan hidup dan jati diri bangsa Indonesia, sehingga nilai-nilai Pancasila harus menjadi landasan ethika moral bangsa Indonesia, termasuk sila Pertama dari Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, yang menunjukkan bahwa, seluruh bangsa Indonesia adalah bangsa yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, termasuk di dalamnya adalah seorang Advokat.
Dari ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 3 huruf a. Kode Etik Advokat Indonesia dapat disimpulkan bahwa seorang advokat, dalam menjalankan profesinya, harus selalu berpedoman kepada:
·        Kejujuran profesional (professional honesty) sebagaimana terungkap dalam Pasal 3 huruf a. Kode Etik Advokat Indonesia dalam kata-kata “Oleh karena tidak sesuai dengan keahilannya”, dan
·        Suara hati nurani (dictate of conscience).
Keharusan bagi setiap advokat untuk selalu berpihak kepada yang benar dan adil dengan berpedoman kepada suara hati nuraninya berarti bahwa bagi advokat Indonesia tidak ada pilihan kecuali menolak setiap perilaku yang berdasarkan “he who pays the piper calls the tune” karena pada hakikatnya perilaku tersebut adalah pelacuran profesi advokat.


Keperluan bagi advokat untuk selalu bebas mengikuti suara hati nuraninya adalah karena di dalam lubuk hati nuraninya, manusia menemukan suatu satu hukum yang harus ia taati. Suara hati nurani senantiasa mengajak manusia untuk melakukan yang baik dan mengelakkan yang jahat. Hati nurani adalah inti yang paling rahasia dan sakral dari manusia. Di sana ia berada sendirian dengan Allah, suara siapa bergema dalam lubuk hatinya. Makin berperan hati nurani yang benar, maka makin banyak advokat akan meninggalkan sikap dan perilaku sesuka hati dan berusaha dibimbing oleh kaidah-kaidah moral yang objektif.
Dalam proses penegakan hukum ini, kita para lawyers baik di bidang legislatif, eksekutif, dan yudikatif, maupun di bidang pemberian jasa hukum harus berperan secara positif-konstruktif untuk ikut menegakkan hukum yang berkeadilan. Janganlah berperan secara negatif-destraktif dengan menyalahgunakan hukum, sehingga akhir-akhir ini muncul tuduhan adanya “mafia peradilan”, penyelewengan hukum, kolusi hukum dan penasehat hukum yang pinter-busuk (“advocaat in kwade zaken”) yang memburamkan Negara kita sebagai Negara hukum.
Satu-satunya profesi yang menyandang predikat sebagai profesi terhormat (officium nobile) adalah Advokat. Predikat itu sesungguhnya bukan “gelar kehormatan” yang diberikan masyarakat atau penguasa, karena para advokat telah berjasa kepada masyarakat dan Negara. Akan tetapi, predikat itu muncul karena tanggung jawab yang dibebankan kepada advokat.
Setiap advokat, di dalam menjalankan profesinya sebagai profesi yang dinamik dan terhormat (officium nobile) haruslah memegang teguh dan mengamalkan Pancasila sebagai dasar Negara dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan melaksanakan tugas profesi sebagai pemberi jasa hukum akan bertindak jujur, adil, dan bertanggungjawab berdasarkan hukum dan keadilan (Pasal 4 ayat (2) UUNo. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat).







D.    PELAKSANAAN KODE ETIK ADVOKAT DAN UNDANG-UNDANG ADVOKAT
Berkaitan dengan UU Advokat No. 18 tahun 2003 maka disusun Kode Etik Advokat Indonesia, hal ini bertujuan untuk menjaga martabat dan kehormatan profesi Advokat (Pasal 26 Bab IX ayat 1); UU tersebut juga mengatur bagaimana seorang Advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik profesi Advokat dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan Organisasi Advokat (ayat 2); Kode etik profesi Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan (ayat 3); Pengawasan atas pelaksanaan kode etik profesi Advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat (ayat 4). Kode etik juga mengatur tentang susunan, tugas, dan kewenangan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
Pada dasarnya, Kode Etik Advokat dan Undang-Undang Advokat mengatur tentang hubungan Advokat dengan Klien dan Hubungan Advokat dengan teman sejawat. Hubungan antara Advokat dengan klien diatur di dalam Pasal 4 Kode Etik Advokat, yaitu:
J  Advokat dalam perkara-perkara perdata harus mengutamakan penyelesaian dengan jalan damai.
J  Advokat tidak dibenarkan memberikan keterangan yang dapat menyesatkan klien mengenai perkara yang sedang diurusnya.
J  Advokat  tidak dibenarkan menjamin kepada kliennya bahwa perkara yang ditanganinya akan menang.
J  Dalam menentukan besarnya honorarium Advokat wajib mempertimbangkan kemampuan klien.
J  Advokat tidak dibenarkan membebani klien dengan biaya-biaya yang tidak perlu.
J  Advokat dalam mengurus perkara Cuma-Cuma harus memberikan perhatian yang sama seperti terhadap perkara untuk mana ia menerima uang jasa.
J  Advokat harus menolak mengurus perkara yang menurut keyakinannya tidak ada dasar hukumnya.
J  Advokat wajib memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang diberitahukan oleh klien secara kepercayaan dan wajib tetap menjaga rahasia itu setelah berakhirnya hubungan antara advokat dan klien itu.
J  Advokat tidak dibenarkan melepaskan tugas yang dibebankan kepadanya pada saat yang tidak menguntungkan posisi klien atau pada saat tugas itu akan dapat menimbulkan kerugian yang tidak dapat diperbaiki lagi bagi klien yang bersangkutan, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf (a).
J  Advokat mengurus kepentingan bersama dari dua pihak atau lebih harus mengundurkan diri sepenuhnya dari pengurusan kepentingan-kepentingan tersebut, apabila dikemudian hari timbul pertentangan kepentingan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
J  Hak retensi Advokat terhadap klien diakui sepanjang tidak akan menimbulkan kerugian kepentingan klien.

Hubungan antara Advokat dengan klien sangat erat kaitannya dengan pekerjaan uatama Advokat sebagai profesi seperti: a) pemberian nasihat hukum kepada masyarakat yang memerlukannya; b) pembelaan kepentingan masyarakat; c) membuat draf kontrak (perjanjian) bagi kepentingan para pihak yang berminat untuk mengadakan hubungan dagang atau hubungan kerja; d) memfasilitasi kepentingan masyarakat yang menjadi kliennya dalam suatu proses perundingan guna menyelesaikan perselisihan hukum; e) dan lain-lain bentuk pelayanan hukum yang diperlukan dunia usaha.
Adapun hubungan antar Advokat dengan Teman Sejawat, diatur di dalam Pasal 5 Kode Etik Advokat, yaitu:
a.       Hubungan antara teman sejawat Advokat harus dilandasi sikap saling menghormati, saling menghargai dan saling mempercayai.
b.      Advokat jika membicarakan teman sejawat atau jika berpapasan satu sama lain dalam sidang pengadilan, hendaknya tidak menggunakan kata-kata yang tidak sopan baik secara lisan maupun tertulis.
c.       Keberatan-keberatan terhadap tindakan teman sejawat yang dianggap bertentangan dengan kode etik Advokat harus diajukan kepada Dewan Kehormatan untuk diperiksa dan tidak dibenarkan untuk disiarkan. Melalui media massa atau cara lain.
d.      Advokat tidak diperkenankan menarik atau merebut seorang klien dari teman sejawat.
e.       Apabila klien hendak mengganti Advokat, maka Advokat yang baru hanya dapat menerima perkara itu setelah menerima bukti pencabutan pemberian kuasa kepada Advokat semula dan berkewajiban mengingatkan klien untuk memenuhi kewajibannya apabila masih ada terhadap Advokat semula.
f.        Apabila suatu perkara kemudian diserahkan oleh klien terhadap Advokat baru, maka Advokat semula wajib memberikan kepadanya semua surat dan keterangan yang penting untuk mengurus perkara itu, dengan memperhatikan hak retensi Advokat terhadap klien tersebut.


E.     FUNGSI DEWAN KEHORMATAN SEBAGAI INSTRUMEN PENJAGA KEHORMATAN PROFESI DAN MEKANISME PENGADUAN
Kode Etik Advokat Indonesia merupakan suatu pedoman dan suatu kumpulan ketentuan dasar yang memberi arah kepada pelaksanaan profesi advokat Indonesia. Mengapa? Teristimewa karena Undang-Undang Advokat itu sendiri telah menegaskan bahwa advokat berstatus sebagai penegak hukum. Itu sangat penting kita selalu ingat. Kita adalah satu yang dipercayakan, diamanatkan, ditugaskan sebagai penegak hukum, di samping tentu saja penegak-penegak hukum lainnya seperti hakim, polisi, jaksa, dan sebagainya.
Dalam kaitan itulah advokat juga diberi sarana yang mutlak harus dimiliknya, yaitu kebebasan dan kemandirian yang dijamin oleh hukum dan perundang-undangan. Tanpa itu, mustahil dia dapat menjalankan fungsinya mewujudkan panggilan sebagai penegak hukum. Dari sini kelihatan sekali bahwa kebebasan kemandirian semata-mata suatu sarana, bukan tujuan. Berarti pula bahwa hanya sejauh kebebasan dan kemandirian itu dipakai dengan penuh tanggung jawab dan itikad baik, maka advokat berhak mendapat perlindungan dalam kebebasan dan kemandirian melaksanakan profesinya.
Mengapa advokat perlu diberi perlindungan? Karena sesungguhnya advokat merupakan pengemban tugas mulia yang dalam bahasa Latin disebut officium nobile, a noble office, sehingga di situlah dia harus mewujudkan panggilan dan harus selalu bersikap mandiri, jujur dan yang teristimewa adalah terbuka. Terbuka juga pada sesamanya yang dapat memberikan arahan dan teguran kepada advokat yang bersangkutan. Konsekuensinya adalah setiap advokat Indonesia harus menjaga citra dan martabat kehormatan profesi advokat, setia menjunjung serta taat asas Kode Etik Advokat Indonesia.
Karenanya diperlukan Dewan Kehormatan untuk menjamin terlaksananya secara taat asas Kode Etik advokat Indonesia. Jadi peran Dewan Kehormatan sangat menentukan. Tanpa itu sebenarnya semua ini menjadi mandul.
Kode Etik Advokat Indonesia telah mengatur Tata Cara Pengaduan secara jelas di dalam Pasal 12 Kode Etik Advokat Indonesia, yaitu:
1.      Pengaduan terhadap Advokat sebagai teradu yang dianggap melanggar kode etik Advokat harus disampaikan secara tertulis disertai dengan alasan-alasannya kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah atau kepada Dewan Pimpinan Cabang/Daerah atau Dewan Pimpinan Pusat dimana teradu menjadi anggota.
2.      Bilamana di suatu tempat tidak ada cabang/daerah organisasi, pengaduan disampaikan kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah terdekat atau Dewan Pimpinan Pusat.
3.      Bilamana pengaduan disampaikan kepad Dewan Pimpinan Cabang/Daerah maka Dewan Pimpinan Cabang/Daerah meneruskannya kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang berwenang untuk memeriksa pengaduan itu.
4.      Bilamana pengaduan disampaikan kepada Dewan Pimpinan Pusat/Dewan  Kehormatan Pusat meneruskannya kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang berwenang untuk memeriksa pengaduan itu baik langsung atau melalui Dewan Pimpinan Cabang/Daerah.

            Di dalam pelaksanaan kode etik Advokat, sering sekali terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap kode etik yang dilakukan oleh para Advokat. Terhadap pelanggaran-pelanggaran kode etik Advokat tersebut, Kode Etik Advokat telah mengatur mengenai hukum acara pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Advokat. Dalam Pasal 10 ayat (2) Kode Etik Advokat, disebutkan: Pemeriksaan suatu pengaduan dapat dilakukan melalui dua tingkat, yaitu: Tingkat Dewan Kehormatan Cabang/Daerah dan Tingkat Dewan Kehormatan Pusat.
            Mengenai Pemeriksaan Tingkat Pertama oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah diatur dalam Pasal 13 Kode Etik Advokat, yaitu:
1)      Dewan Kehormatan Cabang/Daerah setelah menerima pengaduan tertulis yang disertai surat-surat bukti yang dianggap perlu, menyampaikan surat pemberitahuan selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari dengan surat kilat khusus/tercatat kepada teradu tentang adanya pengaduan dengan menyampaikan salinan/copy surat pengaduan tersebut.
2)      Selambat-lambatnya dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari pihak teradu harus memberikan jawabannya secara tertulis kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang bersangkutan disertai surat-surat bukti yang dianggap perlu.
3)      Jika dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari tersebut teradu tidak memberikan jawabannya secara tertulis. Dewan Kehormatan Cabang/Daerah menyampaikan pemberitahuan kedua dengan peringatan bahwa apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal surat peringatan tersebut ia tetap tidak memberikan jawaban tertulis maka ia dianggap telah melepaskan hak jawabnya.
4)      Dalam hal teradu tidak menyampaikan jawaban sebagaimana diatur di atas dan dianggap telah melepaskan hak jawabnya, Dewan Kehormatan Cabang/Daerah dapat segera menjatuhkan putusan tanpa kehadiran pihak-pihak yang bersangkutan.
5)      Dalam hal jawaban yang diadukan telah diterima, maka Dewan Kehormatan dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari menetapkan hari sidang dan menyampaikan panggilan secara patut kepada teradu untuk hadir di persidangan yang sudah ditetapkan tersebut.
6)      Panggilan-panggilan tersebut harus sudah diterima oleh yang bersangkutan paling lambat 3 (tiga) hari sebelum hari sidang yang ditentukan.
7)      Pengadu dan yang teradu harus hadir secara pribadi dan tidak dapat menguasakan kepada orang lain, yang jika dikehendaki masing-masing dapat didampingi oleh penasehat dan berhak untuk mengajukan saksi-saksi dan bukti.
8)      Pada sidang pertama yang dihadiri kedua belah pihak:Dewan Kehormatan akan menjelaskan tata cara pemeriksaan yang berlaku; dan perdamaian hanya dimungkinkan bagi pengaduan yang bersifat perdata atau hanya untuk kepentingan pengadu dan teradu dan tidak mempunyai kaitan langsung dengan kepentingan organisasi atau umum, dimana pengadu akan mencabut kembali pengaduannya atau dibuatkan akta perdamaian yang dijadikan dasar keputusan oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang langsung mempunyai kekuatan hukum yang pasti. Kemudian, kedua belah pihak diminta mengemukakan alasan-alasan pengaduannya atau pembelaannya secara bergiliran, sedangkan surat-surat bukti akan diperiksa dan saksi-saksi akan didengar oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah.
9)      Apabila pada sidang yang pertama kalinya salah satu pihak tidak hadir maka Sidang ditunda sampai dengan sidang berikutnya paling lambat 14 (empat belas) hari dengan memanggil pihak yang tidak hadir secara patut. Apabila pengadu yang telah dipanggil sampai 2 (dua) kali tidak hadir tanpa alasan yang sah, pengaduan dinyatakan gugur dan ia tidak dapat mengajukan pengaduan lagi atas dasar yang sama kecuali Dewan Kehormatan Cabang/Daerah berpendapat bahwa materi pengaduan berkaitan dengan kepentingan umum atau kepentingan organisasi.      Apabila teradu telah dipanggil sampai 2 (dua) kali tidak datang tanpa alasan yang sah, pemeriksaan diteruskan tanpa hadirnya teradu. Dewan berwenang untuk memberikan keputusan di luar hadirnya yang teradu, yang mempunyai kekuatan yang sama seperti kekuatan biasa.

      Sedangkan mengenai pemeriksaan suatu pengaduan yang dilakukan melalui Tingkat Dewan Kehormatan Pusat, dilakukan dalam hal Pemeriksaan Tingkat Banding, seperti yang diatur dalam Pasal 18 Kode Etik Advokat, yaitu:
1.      Apabila pengadu atau teradu tidak puas dengan keputusan Dewan Kehormatan Cabang/Daerah, ia berhak mengajukan permohonan banding atas keputusan tersebut kepada Dewan Kehormatan Pusat.
2.      Pengajuan permohonan banding beserta Memori Banding yang sifatnya wajib, harus disampaikan melalui Dewan Kehormatan Cabang/Daerah dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal yang bersangkutan menerima salinan.
3.      Dewan Kehormatan Cabang/Daerah setelah menerima Memori Banding yang bersangkutan selaku pembanding, selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak penerimaannya, mengirimkan salinannya melalui surat kilat khusus/tercatat kepada pihak lainnya selaku terbanding.
4.      Pihak terbanding dapat mengajukan Kontra Memori Banding selambat-lambatnya dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak penerimaan Memori Banding.
5.      Jika jangka waktu yang ditentukan terbanding tidak menyampaikan Kontra Memori Banding ia dianggap telah melepaskan haknya untuk itu.
6.      Selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak berkas perkara dilengkapi dengan bahan-bahan yang diperlukan, berkas perkara tersebut diteruskan oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah kepada Dewan Kehormatan Pusat.
7.      Pengajuan permohonan banding menyebabkan ditundanya pelaksanaan keputusan Dewan Kehormatan Cabang/Daerah.
8.      Dewan Kehormatan Pusat memutus dengan susunan majelis yang terdiri sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang anggota atau lebih tetapi harus berjumlah ganjil yang salah satu merangkap Ketua Majelis.
9.      Majelis dapat terdiri dari Dewan Kehormatan atau ditambah dengan Anggota Majelis Kehormatan Ad Hoc yaitu orang yang menjalankan profesi di bidang hukum serta mempunyai pengetahuan dan menjiwai kode etik advokat.
10.  Majelis dipilih dalam rapat Dewan Kehormatan Pusat yang khusus diadakan untuk itu yang dipimpin oleh Ketua Dewan Kehormatan Pusat atau jika dia berhalangan oleh anggota Dewan lainnya yang tertua.
11.  Dewan Kehormatan Pusat memutus berdasar bahan-bahan yang ada dalam berkas perkara, tetapi jika dianggap perlu dapat meminta bahan tambahan dari pihak-pihak yang bersangkutan atau memanggil mereka langsung atas biaya sendiri.
12.  Dewan Kehormatan Pusat secara prerogasi dapat menerima permohonan pemeriksaan langsung dari suatu perkara yang diteruskan oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah asal saja permohonan seperti itu dilampiri surat persetujuan dari kedua belah pihak agar perkaranya diperiksa langsung oleh Dewan Kehormatan Pusat.
13.  Semua ketentuan yang berlaku untuk pemeriksaan pada tingkat pertama oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah, mutatis mutandis berlaku untuk pemeriksaan pada tingkat banding oleh Dewan Kehormatan Pusat.




Hak Kekayaan Intelektual


H.K.I adalah Hak yang berasal dari kegiatan suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia, juga mempunyai nilai ekonomis.
Oleh karena itu, agar tidak terjadi penyalahgunaan terhadap HKI  maka dibuatlah suatu perjanjian mengenai perlindungan terhadap HKI.
Berikut ini, ada beberapa Konvensi Internasional mengenai HKI sebagai berikut :
  1. Paris Convention for Protection of Industrial Property
Konvensi Paris ini baru efektif dijalankan pada tanggal 7 Juli 1884, dan telah mengalami perubahan sebanyak 2 (dua) kali yaitu pada tanggal 2 Juni 1934 dan 14 Juli 1967.
Konvensi Paris merupakan salah satu perjanjian yang pertama mengenai Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan merupakan perjanjian yang banyak ditanda tangani Negara-negara di dunia seperti Negara Belgia, Brasil, Perancis, Guatemala, Italia, Belanda, Portugal ,dan Negara lainnya. Indonesia termasuk anggota dari Konvensi ini yang masuk pada tanggal 24 Desember 1950. Dan sampai saat ini Konvensi Paris ini telah ditandatangani oleh 173 negara.
Sebagai hasil dari perjanjian ini adalah sistem kekayaan intelektual termasuk paten. Dan beberapa hal lagi yang dibahas dalam Konvensi Paris yakni:
J  menginginkan untuk mempermudah dan mempercepat akses masyarakat dengan informasi teknis yang terkandung dalam dokumen yang menjelaskan penemuan baru.
J  Menginginkan untuk mendorong dan mempercepat pembangunan ekonomi Negara-negara berkembang melalui adopsi dari langkah-langkah yang dirancang untuk meningkatkan  efisiensi sistem hukum mereka, baik nasional atau regional, melembagakan untuk perlindungan penemuan dengan memberikan informasi mudah diakses tentang ketersediaan solusi teknologi yang berlaku untuk kebutuhan khusus mereka dan dengan memfasilitas akses ke volume pernah memperluas teknologi modern.
J  Menginginkan untuk memberikan kontribusi terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
J  Menginginkan untuk menyederhanakan dan membuat lebih ekonomis dalam memperoleh perlindungan penemuan dimana perlindungan di cari di beberapa Negara.
Konvensi Paris ini merupakan salah satu konvensi yang diratifikasi oleh Indonesia , yang mana instrunennya yaitu Kepres No.24 Tahun 1979 dan diubah dengan Kepres No.15 Tahun 1997.

2.      Trade Related Aspecs Of Intelectual Property Rights ( TRIP’s)
TRIP’s merupakan bagian dari General Agreement on Tariff and Trade (GATT) yang melahirkan persetujuan tentang pembentukan WTO.
GATT ialah suatu perjanjian perdagangan multilateral dengan tujuan menciptakan perdagangan bebas, adil, dan membantu menciptakan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan guna mewujudkan kesejahteraan umat manusia. Dari segi tujuan, GATT dimaksudkan sebagai upaya untuk memperjuangkan terciptanya perdagangan beabs, adil danh menstabilkan sistem perdagangan internasional, dan memperjuangkan penurunan tariff bea masuk serta meniadakan hambatan-hambatan perdagangan lainnya.
TRIP’s  ialah suatu perjanjian yang membahas mengenai aspek-aspek dagang yang terkait dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual, termasuk perdagangan barang palsu.
TRIP’s diratifikasi oleh Indonesia dalam Instrumen UU No.7 Tahun 1994.
Manfaat dari keikutsertaan Indonesia dalam persetujuan TRIP’s pada dasarnya bukan saja memungkinkan terbukanya peluang pasar internasional yang lebih luas, tetapi juga menyediakan kerangka perlindungan multilateral yang lebih baik bagi kepentingan nasional dalam perdagangan internasional, khususnya dalam menghadapi mitra dagang.
Tujuan dari TRIP’s :
·        Meningkatkan perlindungan terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual dari produk-produk yang diperdagangkan.
·        Menjamin prosedur pelaksanaan Hak Atas Kekayaan Intelektual yang tidak menghambat kegiatan perdagangan.
·        Merumuskan aturan serta disiplin mengenai pelaksanaan perlindungan terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual.
·        Mengembangkan prinsip, aturan dan mekanisme kerjasama internasional untuk menangani perdagangan barang-barang hasil pemalsuan atau pembajakan atas Hak Atas Kekayaan Intelektual.Kesemuanya tetap memperhatikan bebagai upaya yang telah dilakukan oleh WTO.

3.      Trademark Law Treaty ( TLT )
Trademark Law Treaty merupakan suatu perjanjian yang member perlindungan terhadap merek dagang.
Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsure-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Merek Dagang adalah tanda khas yang digunakan individu, organisasi bisnis atau badan hukum untuk mengindentifikasikan produk atau jasa  kepada konsumen dan membedakan produk atau jasa dari orang- orang lainnya.
Fungsi penting dari merek dagang ialah untuk secara eksklusif mengidentifikasi sumber komersial atau asal produk atau layanan,menunjukan sumber atau berfungsi sebagai lambing asal.
Yang mencakup dalam Trademark Law Treaty ialah :
J  Jangka waktu pendaftaran awal dan hal pembaharuan pendaftaran merek dagang akan sepuluh tahun.
J  Layanan tanda diberi perlindungan yang sama sebagai merek dagang dibawah konvensi Paris.
J  Salah satu kuasa dapat diserahkan utuk setiap Negara pemohon dan anggota tidak mungkin meminta tanda tangan pada kekuasaan akan disahkan atau dilegalisasi.
J  Prosedur dokumentasi rumit, seperti pengajuan  kekuasaan beberapa pengacara, sertifikat pendirian atau status perusahaan, kamar dagang sertifikat, sertifikat berdiri baik, persyaratan saksi, otentikasi, sertifikasi dan persyaratan legalisasi akan diringankan.

4.      Paten Cooperation Treaty ( PCT ) and Regulation Under the PCT
Paten Cooperation Treaty terbentuk pada tanggal 19 Juni 1970 di Washington, Amerika Serikat. Dan telah terjadi dua kali perubahan, terkahir pada tanggal 3 februari 1984.
PCT adalah suatu pengesahan paten.
Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara Kepada Inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan.
Paten memberikan perlindungan terhadap pencipta atas penemuannya. Perlindungan tersebut diberikan untuk periode yang terbatas, biasanya 20 tahun. Perlindungan yang dimaksud di sini adalah penemuan tersebut tidak dapat secara komersil dibuat, digunakan, disebarkan atau dijual tanpa izin dari si pencipta.
Indonesia menjadi anggota dari PCT pada tanggal 5 September 1997 dan meratifikasinya ke dalam instrumen Kepres No.16 Tahun 1997.
Pada saat sekarang ini di Indonesia Hak Paten diatur pada UU No.14 Tahun 2001.
Sistem Pendaftran Paten ada 2 yaitu:
a.       Sistem First to File
      Yaitu suatu sistem yang memberikan hak paten bagi mereka yang mendaftar pertama atas invensi baru sesuai dengan persyaratan.
b.      Sistem First To Invent
      Yaitu suatu sistem yang memberikan hak paten bagi mereka yang menemukan inovasi pertama kali sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.
Yang Tidak dapat dipatenkan adalah :
§  Penemuan tentang proses atau hasil produksi yang pengumuman atau pelaksanaanya bertentanagn dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum atau kesusialaan.
§  Penemuan tentang teori dan metode dibidang ilmu pengetahuan dan matematika.
§  Penemuan yang hanya mengenai metode pemeriksaan, perawatan,pengobatan, dan/atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan.
§  Penemuan semua makhluk hidup, kecuali jasad renik dan proses biologis yang essensial untuk memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses mikrobiologis.
5.      Berne Convention for The Protection of Litery and Artistic Works
Konvensi Bern merupakan suatu perjanjian yang membahas mengenai perlindungan terhadap karya sastra dan seni.
Konvensi ini ditandatangani di Berne, Swiss pada tanggal 9 September1886, konvensi ini telah mengalamai beberapa kali perubahan dan terakhir pada tanggal 24 Juli 1971.
Konvensi ini mempunyai anggota sebanyak 160  negara sampai Januari 2006, termasuk Indonesia yang mana Indonesia masuk menjadi anggota pada tanggal 5 september 1997, dan meratifikasi pada instrumen Kepres No.18 Tahun 1997.
Konvensi ini mewajibkan penanda tangan untuk mengakui hak cipta dari karya-karya penulis dari Negara-negara penandatanganan lain dengan cara yang sama seperti yang mengakui hak cipta warga Negara sendiri.
Hak cipta dibawah Konvensi ini bersifat otomatis, tidah membutuhkan pendaftaran secara eksplisit.
Konvensi bern menyatakan bahwa semua karya, kecuali berupa fotografi dan sinematografi, akan dilindungi sekutang-kurangnya selama 50 tahun setelah si pembuatnya meninggal dunia, namun masing-masing Negara anggotanya bebas untuk memberikan perlindungan untuk jangka waktu yang lebih lama. Untuk fotografi, konvensi bern menetapkan batas minimum perlindungan selam 25 tahun sejak tahun foto itu dibuat, dan sedangkan untuk sinematografi batas minimumnya adalah 50 tahun setelah pertunjukan pertamanya, atau 50 tahun setelah film itu diproduksi.
6.      WIPO Copyrights Treaty ( WCT )
WCT  adalah perjanjian khusus dibawah Konvensi Bern. Setiap pihak harus mematuhi ketentuan-ketentuan substantif dari 1971.
Indonesia menjadi anggota WCT pada tanggal 6 Maret 2002.
Ada terdapat dua meteri yang dilindungi oleh Hak Cipta yaitu :
Ø  Program Komputer,apapun mode atau bentuk ekspresi mereka
Ø  Kompilasi data atau materi lain (database) dalm bentuk apapun yang dengan alasan pemilihan atau pengaturan dari isinya merupakan ciptaan intelektual.
Hak-hak Penulis menurut kesepakatan perjanjian :
ü  Hak Komunikasi adalah hak untuk mengotorisasi komunikasi keoada public melalui kabel atau nikrabel termasuk membuat tersedia kepada publik karya dengan cara yang para anggota masyarakat dapat mengakses pekerjaan dari suatu tempat dan pada waktu yang mereka pilih sendiri.
ü  Hak sewa adalah hak untuk mengotorisasi sewa komersial kepada publik yang asli dan salinan dari tiga jenis karya ( program computer,bekerja sinematografi, dan bekerja diwujudkan dalam rekaman music ).
ü  Hak distribusi adalah hak untuk otorisasi pembuatan tersedia untuk umum yang asli dan salinandari suatu karya melalui penjualan atau pengalihan kepemilikan lainnya.

ORGANISASI INTERNASIONAL TENTANG HKI
1.      World Intelectual Property Organization ( WIPO )
WIPO adalah salah satu agen khusus PBB.
WIPO dibentuk untuk mengembangkan sistem internasioanal hak kekayaan intelektual (HKI) yang seimbang dan dapat diakses dalam rangka pemberian “Reward” atau kreatifitas, stimulasi kepada inovasi dan kontribusi atas pembangunan ekonomi serta secara bersamaan memberikan perlindungan bagi kepentingan publim secara umum.
WIPO dibentuk melalui WIPO Convention 1967 dengan sebuah mandate dari Negara-negara anggota guna meningkatakan perlindungan HKI seluruh dunia melalui kerjasama antarnegara dan kolaborasi dengan organisasi internasional lainnya.

Visi WIPO :
Ø  Menjadikan HKI sebagai Instrumen penting bagi pengembangan ekonomi, social, dan cultural seluruh Negara.

Misi WIPO :
Ø  Meningkatkan atau mempromosikan perlindungan HAKI di seluruh dunia.
Ø  Mengadministrasikan Perjanjian-perjanjian Internasional di bidang HKI dan Negara-negara peserta.

Usaha WIPO:
1.      Memprakarsai Pembuatan Perjanjian Internasional.
2.      Memberikan informasi dan perkembangan Kepada Negara peserta
3.      Memberikan bantuan teknik kepada Negara berkembang.

Indonesia meratifikasi WIPO pada tanggal 18 September 1979 dan memberlakukannya pada 18 September 1979. Indonesia juga telah meratifikasi sejumlah traktat yang major di WIPO dan menyesuaikan dengan UU nasional, seperti UU Hak Cipta No.19/2002, UU Paten No.14/2001, dan Merek No.15/2001.Indonesia mengkaji rejim internasional lainnya sesuai dengan kepentingan nasional yang berkembang.