HUKUM SURAT-SURAT BERHARGA
A. Pengertian
Istilah surat berharga merupakan terjemahan dari bahasa Belanda waarde papieren. Waarde berarti nilai dan dalam KUHD, waarde diartikan berharga dan papieren berarti kertas, sehingga waarde papieren berarti kertas berharga. Disamping istilah waarde papieren diatas, surat berharga saat ini sering juga disebut negotiable instruments, negotiable papers, transferable papers, dan commercial papers. Sedangkan surat yang berharga atau surat yang mempunyai nilai dikenal dengan sebutan papieren van waarde atau juga disebut letter of value.
Surat berharga atau commercial paper (negotiable instruments) merupakan alat bayar dalam transaksi perdagangan modern saat ini. Surat berharga ini digunakan sebagai pengganti uang yang selama ini telah digunakansebagai alat tukar dalam perdagangan khususnya oleh kalangan pebisnis atau para pengusaha. Hal ini disebabkan karena menggunakan surat berharga dianggap lebih aman, praktis, dan merupakan suatu prestise tersendiri (lebih bonafit), sedang menjadi mode atau trend , surat berharga sudah menjadi komoditi dalam kegiatan bisnis atau objek perjanjian, sehingga lebih menguntungkan dan lebih bervariasi.
Pengertian secara autentik tentang surat berharga ini tidak ditemukan dalam KUHD (Kitab Undang-undang Hukum Dagang), namun terdapat beberapa pendapat para sarjana yang berkaitan dengan surat berharga tersebut. Surat berharga atau surat yang berharga adalah akta-akta atau alat-alat bukti yang menurut kehendak dari penerbitnya atau ketentuan undang-undang yang diperuntukkan semata-mata sebagai upaya bukti diri (legitimasi), akta-akta tersebut diperlukan untuk menagih.
Jadi, surat berharga dapat dijadikan sebagai alat bukti atas suatu tuntutan terhadap penandatanganan surat tersebut, tuntutan itu dapat dipenuhi dengan membawa dan menyerahkan alat bukti yakni surat berharga yang dimaksud. Secara yuridis surat berharga mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Sebagai alat pembayaran (alat tukar).
2. Sebagai alat pemindahan hak tagih (karena dapat diperjual belikan.
3. Sebagai surat legitimasi (surat bukti hak tagih).
Beberapa pengertian Surat Berharga menurut para ahli :
a) Wirjono Projodikoro :
Istilah surat-surat berharga itu terpakai untuk surat-surat yang bersifat seperti uang tunai, yang dapat dipakai untuk melakukan pembayaran. Ini berarti pula bahwa surat-surat itu dapat diperdagangkan, agar sewaktu-waktu dapat ditukarkan dengan uang tunai (negotiable instruments).
b) Abdulkadir Muhammad
Surat berharga adalah surat yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi, yang berupa pembayaran sejumlah uang. Tetapi pembayaran itu tidak dilakukan dengan menggunakan mata uang, melainkan dengan menggunakan alat bayar lain. Alat bayar lain itu berupa surat yang didalamnya mengandung suatu perintah kepada pihak ketiga, atau pernyataan sanggup untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang surat tersebut
c) Emmy Pangaribuan Simanjuntak :
Suatu surat yang disebut surat berharga haruslah di dalam surat itu tercantum nilai yang sama dengan nilai dari perikatan dasarnya. Perikatan dasar inilah yang menjadi causa dari diterbitkannya surat berharga tersebut. Dengan perkataan lain, bahwa sepucuk surat itu disebut surat berharga, karena di dalamnya tercantum nilai yang sama dengan nilai perikatan dasarnya.
d) Heru Supraptomo
Suatu surat berharga dapat digolongkan sebagai surat berharga apabila surat itu merupakan alat untuk diperdagangkan dan merupakan alat bukti terhadap hutang yang telah ada.
Surat berharga adalah sebuah dokumen yang diterbitkan oleh penerbitnya sebagai pemenuhan suatu prestasi berupa pembayaran sejumlah uang sehingga berfungsi sebagai alat bayar yang di dalamnya berisikan suatu perintah untuk membayar kepada pihak-pihak yang memegang surat tersebut, baik pihak yang diberikan surat berharga oleh penerbitnya maupun pihak ketiga kepada siapa surat berharga tersebut telah dialihkan.
B. Fungsi Surat Berharga
Fungsi pokok suatu surat berharga adalah sebagai alat pembayaran, yang kedudukannyamenggantikan uang.selain itu surat berharga juga mempunyai fungsi:
1. Sebagai bukti surat hak tagih
2. Alat memindahkan hak tagih
3. Alat pembayaran
4. Pembawa hak
5. Sebagai alat memindahkan hak tagih (diperjualbelikan dengan mudah dan sederhana
C. Klausula Surat Berharga
Dalam surat berharga tercantum suatu jumlah tertentu dan hak atas jumlah uang tersebut mengikuti suratnya. Ini berarti bahwa hak dan surat/kertasnya terjalin satu sama lain. Atau dengan perkataan lain, di dalam surat itu terkandung suatu hak yang tidak dapat dipisahkan. Sepanjang surat berharga itu diperoleh secara jujur dan berdasarkan itikad baik, pemegang atau holder suatu surat berharga dapat, atas namanya sendiri, menuntut pembayaran terhadap si penarik.
Dalam hal ini pemegang yang jujur tidak ada sangkut pautnya dengan pemegang sebelumnya bila di kemudian hari terbukti bahwa terhadap cacat dalam perolehan surat berharga itu oleh pemegang terdahulu.45Surat berharga dapat diperdagangkan dan dialihkan hak tagihnya kepada orang lain. Sesuai dengan tujuan diadakannya surat berharga, dalam klausul-klausul surat berharga disebutkan bahwa surat berharga itu dapat dialihkan kedudukan hukumnya dari si pemegang surat tersebut kepada orang lain yang menerima pengalihannya. Menurut hukum terdapat dua macam klausul pada surat berharga, yakni :
1. Klausul “kepada pembawa (to bear/aan toonder)”
Bila suatu surat berharga berklausul “kepada pembawa”, si pemegang dapat mengalihkannya hanya dengan penyerahan surat itu begitu saja.
2. Klausul “kepada order (to order/aan order)”
Sedangkan suatu surat berharga berklausul “kepada order” (surat unjuk), pengalihannya dilakukan dengan cara endosemen dan penyerahan surat berharga itu. Penyerahan surat berharga berarti bahwa semua hak atas tagihan yang disebutkan dalam surat berharga tersebut dialihkan kepada pemegang yang baru.
D. Penggolongan Surat Berharga
a. Jenis-Jenis Surat Berharga di dalam KUHD
Pengaturan Surat berharga terdapat dalam Kitab Undang Undang Hukum Dagang dan Peraturan Perundang-undangan lainnya. Jenis Surat Berharga yang diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Dagang yaitu
· Wesel
adalah surat berharga yang memuat kata “wesel” dan ditandatangani di suatu tempat dalam mana penerbit memberikan perintah tak bersyarat kepada tersangkut untuk membayar sejumlah uang pada hari bayar kepada orang yang ditunjuk oleh penerbit yang disebut penerima atau penggantinya disuatu tempat tertentu.
· Cek
Adalah surat yang memuat kata cek yang diterbitkan pada tanggal dan tempat tertentu dengan mana perintah tanpa syarat kepada bankir untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang atau pembawa di tempat tertentu. Cek juga dapat diartikan suatu surat yang membuat suruhan pembayaran sejumlah uang kepada seorang dalam waktu yang tertentu, suruhan mana umumnya ditujukan kepada suatu bank yang memberikan buku cek kepada orang yang menandatangani cek itu.
Adalah surat yang memuat kata cek yang diterbitkan pada tanggal dan tempat tertentu dengan mana perintah tanpa syarat kepada bankir untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang atau pembawa di tempat tertentu. Cek juga dapat diartikan suatu surat yang membuat suruhan pembayaran sejumlah uang kepada seorang dalam waktu yang tertentu, suruhan mana umumnya ditujukan kepada suatu bank yang memberikan buku cek kepada orang yang menandatangani cek itu.
· Surat Sangup
Adalah surat yang memuat kata “sanggup”/promesse aan order, yang ditandatangani pada tanggal dan tempat tertentu dengan mana penandatangan menyanggupi tanpa syarat untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang/pengganti pada tanggal dan tempat tertentu.
· Promes atas Unjuk
Adalah suatu surat yang ditanggali dimana penandatangannya sendiri berjanji akan membayar sejumlah uang yang ditentukan di dalamnya kepada tertunjuk pada waktu diperlihatkan pada suwaktu waktu tertentu.
Promes artinya janji untuk membayar sejumlah uang. Sifat dari surat promes atas unjuk adalah atas tunjuk (aan toonder) artinya siapa saja yang memegang surat itu dan setiap saat memperlihatkannya kepada yang bertandatangan ia akan memperoleh pembayaran.
b. Jenis-Jenis Surat Berharga di luar KUHD
Jenis surat berharga yang diatur di Peraturan Perundang Undangan lain di luar Kitab Undang Undang Hukum Dagang antara lain:
· Bilyet Giro
Adalah surat perintah nasabah yang telah di standarisasi bentuknya, kepada bank penyimpan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada pihak penerima yang disebutkan namanya pada bank yang sama atau pada bank lainnya. Dengan demikian pembayaran dana billet giro tidak dapat dilakukan dengan uang tunai dan tidak dapat dipindahkan melalui endosemen.
· Commercial Paper
Adalah surat berharga tanpa jaminan spesifik yang diterbitkan oleh perusahaan bukan bank, diperdagangkan melalui bank atau perusahaan efek, berjangka waktu pendek dengan sistem diskonto. Jadi pada esensialnya Commercial Paper merupakan surat sanggup yang tujuan penerbitannya untuk dalam waktu yang relative pendek mendapatkan sejumlah modal kerja bagi pembiayaan perusahaan penerbit dengan cara mengikatkan diri janji tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang/pembawa commercial paper pada hari bayar yang telah ditentukan.
· Sertifikat Bank Indonesia.
Adalah surat berharga atas unjuk dalam rupiah, yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek dengan sistem diskonto.
E. Dasar Hukum Surat Berharga
Dengan diberlakukannya Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel pada tanggal 1 Mei 1848 dengan Staatsblad 1847-23, dimulailah suatu kodifikasi hukum dagang yang mencakup ketentuan-ketentuan tentang surat berharga. Berdasarkan Pasal 2 Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945), maka KUHD masih berlaku di Indonesia sampai pada saat ini. Wetboek van Koophandel yang berdasarkan asas konkordansi tersebut mulai berlaku di Negeri Belanda pada tanggal 1 Oktober 1838. Wetboek van Koophandel meneladani code du Commerce Perancis 1808.
Di negara-negara yang menganut hukum Anglo Saxon, misalnya Inggris, Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru, dan lain-lain, tidak terdapat kodifikasi hukum seperti halnya di Indonesia dan negeri Belanda. Hukum dagang negara-negara itu terdiri dari undang-undang khusus dan bukan merupakan kodifikasi, misalnya The Bill of Exchange Act 1882 (undang-undang tentang wesel) dan The Companies Act 1928 (undang-undang tentang badan usaha) di Inggris, dan Negotiable Instruments Law 1897 di Amerika Serikat.
Wetboek van Koophandel semula hanya berlaku bagi golongan Eropa saja. Kemudian dengan Staatsblad 1855-76 yang selanjutnya diganti dengan Staatsblad 1924-56, Wetboek van Koophandel diberlakukan bagi golongan Timur Asing Cina dan Timur Asing lainnya. Sedangkan bagi golongan bumiputra, Wetboek van Koophandel diberlakukan melalui penundukan diri (Staatsblad 1917-12). Setelah Indonesia merdeka, berdasarkan Aturan Peralihan Pasal 2 UUD 1945, Wetboek van Koophandel Hindia-Belanda tersebut diadopsi menjadi KUHD41 dan diberlakukan terhadap semua warga negara Indonesia tanpa memandang asal golongan.
Surat berharga, atau dalam bahasa Inggris disebut negotiable instruments atau negotiable papers (Belanda: waarde papier), tidak kita jumpai dalam KUHD. Namun, dari beberapa pasal dalam KUHD dapat di simpulkan bahwa surat berharga adalah surat bukti pembawa hak yang dapat diperdagangkan, atau surat-surat yang bersifat dan mempunyai nilai seperti uang tunai dan dapat dialihkan haknya dari satu tangan ke tangan lainnya (negotiable).
Surat berharga di Indonesia berkembang mulai tahun 1980 setelah adanya deregulasi ekonomi dalam bidang keuangan. Aturan ini membawa perubahan kepada berkembangnya pasar keuangan di Indonesia dimana surat berharga komersial ini adalah merupakan salah satu bentuk pengembangan pasar financial. Dimana selanjutnya pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Bank Indonesia No. 28/52/DIR dan No 49/52/UPG yang masing-masing tentang “Persyaratan perdagangan dan penerbitan surat berharga komersial” melalui bank umum di Indonesia, dimana dengan adanya peraturan tersebut maka bank umum di Indonesia mempunyai pedoman yang seragam serta memiliki dasar hukum yang kuat terhadap keberadaan surat berharga komersial.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 menyatakan bahwa surat berharga adalah surat pengakuan hutang, wesel, obligasi, sekuritas kredit, atau setiap derivatif dari surat berharga atau kepentingan lain atau suatu kewajiban dari penerbit dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang (Pasal 1 UU Perbankan 1992). Lalu Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 menyatakan bahwa surat berharga adalah surat pengakuan hutang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit atau setiap derivatifnya, atau kepentingan dari penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang. Penerbitan surat berharga di Indonesia juga harus memperoleh peringkat dari Lembaga Pemeringkat Kredit (Credit Rating). Di Indonesia dikenal denga nama PT.PEFINDO (Pemeringkat Efek Indonesia) yang berdiri pada tahun 1993.
Istilah surat berharga yang dipergunakan dalam beberapa peraturan perundang-undangan, antara lain :
1. Pasal 469 KUHD, bunyinya “Untuk dicurinya atau hilangnya emas, perak permata dan lain-lain barang berharga, uang dan surat-surat berharga, begitupun…….”
2. Pasal 99 ayat (1) Peraturan Kepailitan, isinya “Semua uang, barang-barang perhiasan, efek-efek dan lain-lain surat berharga harus disimpan…. “
3. Dalam konteks Perbankan. Pasal 1 angka 11 Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, memberikan definisi surat berharga secara enumeratif (merinci) yaitu surat pengakuan hutang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit, atau setiap derivatif dari surat berharga atau kepentingan lain atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan di pasar modal dan pasar uang.
4. Dalam Konteks Pasar Modal. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 1548/KMK.013/1990 tanggal 4 Desember 1990 yang mulai berlaku tanggal 9 Januari 1991 tentang pasar modal memberikan definisi tentang efek yang meliputi setiap surat pengakuan hutang, surat berharga komersial, saham, obligasi, sekuritas kredit, tanda bukti hutang, setiap rights, warrants, opsi, atau setiap derivatif dari efek atau setiap instrumen yang ditetapkan oleh Bapepam sebagai efek.
F. Teori Upaya Tangkisan
Apabila seseorang mengadakan perjanjian jual beli barang dengan pihak lainnya, kemudian pembeli membayar harga barang dengan sepucuk surat berharga misalnya dengan sepucuk surat wesel atau cek. Penjual yang menerima pembayaran dengan surat berharga itu dapat pula membayarkan (memindahkan) surat itu kepada pihak lain, dan seterusnya. Akhirnya timbullah suatu rangkaian peralihan surat berharga itu dari tangan ke tangan.
Hal ini perlu dipersoalkan karena jika ternyata pada suatu ketika pemegang surat berharga itu meminta pembayaran kepada debitur, ada kemungkinan debitur akan menolak atau menangkis pembayaran yang diminta kepadanya dengan berbagai macam alasan, atau penerbit menolak pembayaran dengan alasan bahwa penerbit menghindarkan membayar kedua kalinya kepada penjual (pemegang pertama). Padahal pemegang terakhir ini tidak mengetahui bahwa kewajiban penerbit untuk membayar kepada pemegang itu sudah tidak ada lagi, dengan terjadinya penyerahan surat berharga itu kepada pemegang pertama. Jika masalah ini sampai terjadi tanpa adanya pembatasan atau kepastian maka penerbitan surat berharga tersebut tidak akan memenuhi fungsi atau tujuan, karena orang tidak akan mau membeli atau menerima peralihan sebagai pemegang berikutnya sebab khawatir tidak akan mendapat pemenuhan atas hak tagih yang tersebut dalam surat berharga itu. Setiap transaksi surat berharga itu juga kemungkinan terjadi penipuan, kesalahan, kelalaian atau khilaf dan sebagainya, yang akhirnya akan merugikan salah satu pihak atau kedua belah pihak. Misalnya surat berharga tersebut hilang, dicuri orang lain, atau pemegang lalai atau lupa, atau surat berharga tersebut cacat tidak mempunyai syarat formal, sehingga pihak bank akan menolak surat berharga yang ditunjukkan tersebut.
Dalam penggunaannya surat berharga kadang kala mengalami beberapa peralihan yang kemungkinan terjadi tindakan non-akseptasi atau non-pembayaran. Untuk mengatasi hal tersebut ada 2 (dua) macam upaya tangkisan yaitu :
1. Upaya Tangkisan Absolut (Execption In Rem)
Digunakan terhadap debitur semua pemegang baik pertama maupum berikutnya. Upaya ini timbul dari surat berharga itu sendiri yaitu :
a. Cacat bentuk surat berharga (tentang syarat formil seperti tidak ada tanda tangan penerbit, tanggal penerbitan, tanda tangan palsu, atau tentang ketidakcakapan penerbit paksaan badan).
b. Lampau waktu dari surat berharga, tentang ini diatur dalam pasal 169 KUHD untuk wesel dan surat sanggup, pasal 229 KUHD untuk cek.
c. Kelainan formalitas dalam regres (kewajiban setiap pemegang surat wesel untuk memindahkan surat wesel itu kepada orang lain untuk menanggung pembayaran).
d. Jika surat berharga mendapat penolakan aseptansi (pembayaran pada hari tagih/hari bayar) maka pemegang dapat melakukan hak regresnya untuk memperoleh pembayaran kepada penerbit atau debitur lainnya.
2. Upaya Tangkisan Relatif
Dapat diketahui dari hubungan hukum yang terjadi antara penerbit dan salah seorang endosan yang mendahului pemegang terakhir, khususnya pemegang pertama yang lazim disebut perikatan dasar. Upaya ini diatur dalam pasal 109 KUHD dan pasal 116 KUHD untuk wesel, pasal 199 KUHD untuk cek.
Beberapa hal yang penting untuk diperhatikan, antara lain :
1. Upaya tangkisan relatif, boleh digunakan oleh debitur terhadap pemegang yang memperoleh surat berharga tidak jujur, dan upaya ini berdasar pada hubungan hukum antara penerbit dengan pihak pertama.
2. Tujuan larangan terhadap pemegang yang memintakan pembayaran adalah untuk mencegah agar jangan sampai fungsi surat berharga itu terganggu dan menghormati dan menjamin hak dari pemegang yang jujur.
G. Wesel
Surat wesel adalah surat berharga yang memuat kata ‘wesel’ didalamnya, diberi tanggal dan ditandatangani disuatu tempat, dalam mana penerbit (trekker) memberi perintah tak bersyarat kepada tersangkut (betrokkene) untuk membayar sejumlah uang pada hari bayar (vervaldag) kepada orang yang ditunjuk oleh penerbit yang disebut penerima (nemer) atau penggantinya disuatu tempat tertentu.
Para pihak yang berkaitan dalam surat wesel :
1. penerbit (trekker)
2. tersangkut (betrokkene)
3. penerima (nemer)
4. pemegang ( houder)
5. endossant.
Pengaturan wesel dalam KUHD buku I Bab VI pasal 100 sampai dengan 173.Surat wesel adalah suatu surat berharga yang harus memenuhi syarat-syarat sebagai yang ditetapkan dalam pasal 100 KUHD ----- menentukan syarat-syarat formal yang harus dipenuhi wesel. Penyimpangan dari syarat-syarat iru tidak diperkenankan, kacual;IUU sendiri membuat penyimpangan-penyimpangan (pasal 101 (1) KUHD). Jika penyimpangannya tidak seperti UU, maka wesel itu bukan wesel yang sah dan pertanggungajawabannya dibebankan kepada orang yang menandatangani wesel itu. Ganti rugi yang mungkin timbul dapat dituntut melalui pasal 1316 KUHPdt.
Bentuk surat wesel :
- bentuk umum (pasal 110 ayat 1-2)
a. wesel atas nama (pasal 110 (1)
b. wesel kepada pengganti (pasal 110 (1))
c. wesel tidak kepada pengganti (pasal 110 (2)).
- bentuk khusus (pasal 102, 102 a, 103, 126).
a. wesel yang diterbitkan untuk penerbit sendiri atau penggantinya (pasal 102 ayat 1),
b. wesel yang diterbitkan kepada penerbit sendiri (pasal 102 ayat 2 ),
c. wesel yang diterbitkan atas tanggungan pihak ketiga (pasal 102 ayat 3),
d. wesel inkaso (pasal 102 a ayat 3),
e. wesel domisili (pasal 103 ),
f. wesel domisili dalam blangko (pasal 126 ayat 1 dan 2).
Perbedaan wesel domisili (pasal 103) dengan wesel domisili dalam blangko :
a. wesel domisili pada saat diterbitkan, nama pihak ketiga yang akan membayar wesel tersebut sudah disebut dengan jelas dalam surat wesel.
b. wesel domisili dalam blangko pada saat diterbitkan, nama pihak ketiga yang akan membayar wesel tersebut belum disebut dalam wesel. Penentuan nama pihak ketiga yang akan membayar wesel diserahkan kepada tersangkut pada kesempatan memberikan akseptasinya.
c. baik wesel domisili maupun wesel domisili dalam blangko, keduanya dapat dibayar ditempat domisili tersangkut atau diluar domisili tersangkut (pasal 103 jo 126).
Perbedaan wesel dari sudut hari bayarnya :
1. wesel unjuk (pasal 132 ayat 1)
2. wesel setelah unjuk (pasal 132 ayat 2)
3. wesel setelah lampau tenggang waktu tertentu
4. wesel tanggal tertentu
H. Cek
Cek adalah sebuah akta yang memuat klausula surat cek didalam kesatuan teksnya dan ditulis dalam bahasa dimana surat cek itu dituliskan, serta merupakan perintah pembayaran tanpa syarat kepada tertarik (bank) kepada orang yang namanya tercantum didalam surat cek itu atau kepada pembawa surat cek yang menyerahkan kepada bank tertarik.
Para personal dalam hukum cek :
a. penerbit (trekker drawer),
b. tersangkut (betrokkene drawer),
c. pemegang (nemer holder),
d. pembawa (toonder),
e. pengganti (order).
Tujuan penerbitan surat cek adalah untuk meningkatkan jaminan pembayaran, untuk itu terdapat ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1. cek hanya diterbitkan kepada bank,
2. cek boleh diterbitkan, jika bank telah mempunyai dana untuk pembayaran itu,
3. cek berlaku dalam jangka waktu singkat, dalam jangka waktu mana cek tidak boleh dicabut.
Perbedaan pokok antara surat cek dengan surat wesel :
1. fungsi ekonomis dalam lalu lintas pembayaran,
2. waktu peredaran,
3. waktu pembayaran,
4. penerbitan atas bank,
5. lembaga akseptasi,
6. klausula yang berlainan.
I. Bilyet Giro
Bilyet Giro adalah surat perintah tak bersayarat dari nasabah yang telah di bakukan bentuknya kepada bank penyimpan dana untuk memindahkan sejumlah dana dari rekening giro yang bersangkutan kepada pihak penerima yang disebutkan namanya, kepada bank yang sama atau kepada bank lainnya (Purwosutjipto), dengan demikian pembayaran dana Bilyet Giro tidak dapat dilakukan dengan uang tunai dan tidak dapat di pindah tangan kan melalui endosemen (SK Direksi Bank Indonesia No.4/670, Sub 1).
Kedudukan Bilyet Giro dengan cek hampir sama, hanya bedanya cek adalah
alat pembayaran tunai sedangkan bilyet giro merupakan alat pembayaran yang bersifat giral, dengan cara memindah bukukan sejumlah dana dari sipenerbit. Bilyet Giro merupakan surat yang berharga karena tidak boleh endosemen kepada orang lain. Karena di endosemen saja dilarang, apalagi diserahkan secara phisik sudah tentu dilarang. Karena larangan untuk diendosemen, itu berarti arangan juga untuk menjual kepada orang lain dengan kata lain sukar (tidak boleh) diperjual belikan. Pengaturan mengenai Bilyet Giro ini didasarkan kepada SEBI No. 4/670 UPPB/PBB tanggal 24 Januari 1972 yang berisikan tentang :
a. Pengertian dari Bilyet Giro
b. Bentuk Bilyet Giro
c. Tenggang waktu berlakunya bilyet giro
d. Pengisian bilyet giro
e. Kewajiban menyediakan dana dan sanksi bilyet giro kosong
f. Pembatalan bilyet giro.
g. Tata cara perhitungan bilyet giro antar bank setempat
h. Penyimpangan bentuk/masa peralihan.
J. Surat Sanggup
Surat sanggub adalan surat berharga yang memuat kata "aksep” atau Promes dalam mana penerbit menyanggupi untuk membayar sejumlah yang kepada orang yang disebut dalam surat sanggub itu atau penggantinya atau pembawanya pada hari bayar.
Ada dua macam surat sanggub, yaitu surat sanggub kepada pengganti dan surat sanggub kepada pembawa. Agar jangan tinggal keragu-raguan HMN Purwosutjipto, menyebutkan surat sanggub kepada pengganti dengan "surat sanggub" saja, sedangkan surat sanggub kepada pembawa disebutnya "surat promes". Surat sanggub mirip dengan surat wesel, tetapi berapa syarat pada surat wesel tidak berlaku pada surat sanggub, perbedaannya dengan surat wesel adalah:
a. Surat sanggub tidak mempunyai tersangkut;
b. Penerbit dalam surat sanggub tidak memberi perintah untuk membayar, tetapi menyanggulpi untuk membayar;
c. Penerbit surat sanggub tidak menjadi debitur regres, tetapi debitur surat sanggub;
d. Penerbit tidalk menjamin seperti pada penerbit wesel, tetapi melakukan pembayaran sendiri sebagai debitur surat sanggub.
e. Penerbit surat sanggub merangkap kedudkan sebagai akseptan pada wesel yaitu mengikatkan diri untuk membayar.
Sebagaimana dengan surat wesel, Undang-Undang juga mengharuskan adanya berapa syarat yang harus terdapat dalam surat sanggub supaya dapat disebutkan surat seperti yang diatur dalam pasal 174 KUH Dagang yaitu :
· baik clausula: sanggub", maupun nama "surat sanggub" atau promes atas pengganti yang dimuatkan didalam teks sendiri, dan dinyatakan dalam bahasa dengan mana surat itu disebutkan .
· Janji yang tidak bersyarat untuk membayar suatu jumlah tertentu.
· Penunjkan hari gugur.
· Penunjukan tempat, dimana pembayaran harus terjadi.
· Nama orang, kepada siapa atau kepada penggantinya pembayaran itu harus dilakukan.
· Penyebutan hari penanggalan, beserta tempat, dimana surat sanggub itu di tanda tangani.
· Tanda tangan orang yang mengeluarkan surat itu.